Mohon tunggu...
Griana Wijayani
Griana Wijayani Mohon Tunggu... -

I'm consumed by all things pertaining to words and style. When I'm not writing, I will be right in the corner, reading and sipping cold coffee.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Yang Kaya Makin Kaya, Yang Miskin Makin Miskin

16 Desember 2015   10:14 Diperbarui: 16 Desember 2015   15:11 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Yang Kaya Makin Kaya, Yang Miskin Makin Miskin"

Term itu pasti termasuk ke dalam salah satu kalimat yang paling sering didengar, apalagi di Jakarta.

Sebenernya kalau dipikir-pikir, term itu mungkin ada benarnya, kalau dimaksudkan untuk "si miskin" dengan SES paling rendah dan "si kaya" dengan SES paling tinggi.

Logikanya, orang yang miskin – selain karena mukjizat atau keajaiban Tuhan – harus maksimal banget usahanya buat berubah jadi lebih baik atau jadi orang kaya. Salah satunya, mereka harus sekolah setinggi-tingginya, mereka harus punya banyak sekali ilmu sebagai "tangga" untuk naik ke atas. Tetapi disisi lain, di masa milenium ini, sekolah bukan perkara gampang. Terutama mengenai biaya. Biaya untuk sekolah dari Sekolah Dasar sampai Strata 1 itu sangat mahal.

Lho, tapi kan ada beasiswa?

Iya, ada beasiswa. Banyak penyedia dananya. Tetapi, lagi-lagi untuk "si miskin" jatahnya terbatas. Ketika ada perusahaan menyediakan program pendidikan beasiswa, yang diutamakan adalah anak dari karyawan mereka sendiri. Pemerintah, mereka juga menyediakan beasiswa, tapi tentu ngga ada yang dimulai dari Sekolah Dasar, beasiswa dari pemerintah biasanya dimulai dari Strata 1.

Nah kalau udah menyangkut biaya, "si miskin" pasti semakin sakit kepala mikirinnya, apalagi mengenai sekolah, yang biasanya mereka ngga utamakan, karena yang mereka utamakan adalah langsung kerja, entah jadi apapun nantinya.

Masalah pendidikan ini seharusnya jadi concern utama pemerintah.

Tipikal orang Indonesia, semua hal negatif tentang negara sendiri semakin hari semakin sering muncul di hadapan publik, dari kriminal sampai korupsi. Kalau ada anak bangsa yang dapet medali di suatu olimpiade, jarang sekali muncul, atau kalaupun muncul, hanya sepersekian dari waktu yang ada buat setiap segmen berita.

Kalau lebih banyak contoh positif, melihat banyak kesuksesan melalui belajar, bisa jadi banyak juga "si miskin" di luar sana yang semakin semangat buat jadi seperti mereka, sekolah setinggi-tingginya.

Karena bagaimanapun, "si miskin" dan "si kaya" di generasi sekarang, yang nantinya akan jadi kebanggaan kedua orang tuanya secara khusus dan generasi penerus bangsa pada umumnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun