Mohon tunggu...
Salman M. Muhammad Reza Z.
Salman M. Muhammad Reza Z. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate Student of Public Administration at Universitas Lampung

Kami merupakan mahasiswa jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di Universitas Lampung.

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Segaris Goresan Sejarah: Muhammad Al-Fatih & Kepemimpinan

20 April 2024   13:41 Diperbarui: 20 April 2024   14:07 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Merupakan seorang sultan yang terlahir dari keturunan keluarga Utsman sebagai Sultan Utsmani ke-tujuh, Sultan Muhammad Al-Fatih adalah satu tokoh yang menjadi sosok legenda dalam sejarah Ottoman dan umat muslim karena prestasinya dalam menaklukkan Konstatinopel pada tahun 1453 yang menandari Berakhirnya kekaisaran Byzantium.

Muhammad Al-Fatih

Muhamad Al-fatih adalah putra dari Sultan Murad II, ibunya bernama Huma Hatun atau Hatun Binti Abdullan, yaitu seorang budak dengan asal-usul agama kristen. Muhammad Al-Fatih lahir pada tanggal 29 Maret 1432 dengan nama Muhammad II, di dalam bahasa Turi di sebut Mehmet. Muhammad Al-fatih adalah keturunan dinasti Turki Utsmani, nama Al-fatih adalah julukannya karena berhasil menaklukan Konstantinopel, yang artinya sang penakluk. Muhammad Al-fatih adalah sultan yang ke 7 (tujuh) kesultanan Dinasti Turki Utsmani, beliau diangkat menjadi sultan sejak usia 19 tahun dan memimpin pasukan setelah 4 tahun kemudian, yaitu pada usia 23 tahun.  

Al-Fatih memerintah dari 1451 hingga 1481 dan berhasil menerapkan strategi pra-perang dan masa perang, serta menunjukkan keterampilan kepemimpinannya. Sultan Muhammad Al-Fatih menunjukkan karakteristik tekad yang kuat dan kemauan yang tak tergoyahkan selama pengepungan Konstantinopel. Dia dikenal karena komitmennya terhadap keadilan, memperlakukan orang-orang dari agama yang berbeda dengan hormat dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip Islam. Sultan Muhammad al-Fatih kemudian meninggal dalam usia 49 tahun pada tanggal 3 Mei 1481 saat mempersiapkan penaklukan Roma. Meninggalnya Sultan Mehmed II merupakan kehilangan besar bagi umat Islam.

Penaklukkan Konstantinopel

Misi untuk menaklukkan Konstantinopel dilatarbelakangi oleh berbagai faktor, namun yang menjadi faktor terbesarnya adalah terdapatnya sebuah hadist  yand disabdakan Rasulullah Muhammad SAW yang menyatakan bahwa akan ada masanya kota tersebut ditaklukkan oleh umat muslim. Karena hal tersebut umat muslim tergerak untuk menaklukkan kota yang disebutkan oleh hadist tersebut, yaitu Konstantinopel. Konstantinopel adalah sebuah kota yang telah berdiri sejak tahun 658 SM yang diketahui sebagai kota termakmur dan terbesar pada abad ke-10 sejak didirkan oleh pemerintah kekaisaran Romawi Timur, Byzantium. Mereka (Byzantium) menjadikan Kota Konstantinopel sebagai ibu kota pemerintahan dan ibu kota Romawi Timur sekaligus menjadikan Konstantinopel menjadi pusat kepastoran Geraja Ortodoks dan Gereja Aya Sophia

Muhammad Al-Fatih merupakan keturunan dinasti keluarga Turki Utsmani, dan julukan yang ia dapat (Al-Fatih) karena telah berhasil menaklukkan Konstantinopel, yang mempunyai arti "sang penakluk." Jauh sebelum Konstantinopel ditaklukkan oleh Muhammad Al-Fatih, Ayah dari Muhammad Al-Fatih, yaitu Sultan Murad II selama memimpin seringkali terlibat dalam konflik dengan kekaisaran Byzantium karena mempunyai keinginan untuk menaklukkan Konstantinopel. Lalu setelah ayahnya wafat, Muhammad Al-Fatih dinobatkan menjadi seorang sultan dengan usia yang cukup muda, yaitu 18/19 tahun dan menjadi seseorang yang meneruskan tekad dari keluarganya tersebut untuk menaklukkan Konstantinopel. Pada masa kepemimpinan Sultan Muhammad Al-Fatih sebagai pemimpin daulah Utsmani benar-benar menyiapkan rencananya untuk persiapan penaklukkan Konstantinopel. Langkah awal dilakukan dengan memperkuat armada laut dengan membangun dan memperkokoh benteng di sepanjang pesisir Laut Bosporus, yang diketahui menjadi lalu lintas laut di kawasan tersebut. Adanya benteng tersebut menjadikan pihak Utsmani memilki benteng dengan posisi strategis yang memungkinkan mereka untuk mengendalikan lalu lintas di Bosporus sepenuhnya.

Seiring menguatnya posisi Utsmani, Muhammad Al-Fatih mengeluarkan Ultimatum kepada kekaisaran Byzantium yang pada saat itu dipimpin oleh Kaisar Bizantiom Konstantinus XI Palaiologos untuk menyerah secara damai. Namun, Kaisar Bizantium menolak dan pada tanggal 6 Februari 1453 pengepungan Konstantinopel pun diawali. Pengepungan dilakukan dengan menggunakan artileri berat dan kapal-kapal yang mengelilingi Konstantinopel di laut dan darat. Pada awal serangan dari pengepungan tersebut tembok kuat Konstantinopel masih bisa menahan serangan Pasukan Utsmani. Di sela-sela penngepungan dan serangan tersebut, pihak Kekaisaran Byzantium tentu tidak tinggal diam dan dibantu oleh beberapa pihak, maka perang pun berlangsung secara intens. Perlawanan yang dilakukan oleh Byzantium membuat pihak Utsmani perlu menyiapkan strategi baru agar dapat memasuki Konstantinopel, mengingat armada dari pihak utsmani tidak dapat masuk ke dalam karena terdapat penghalang rantai juga garnisun di berbagai lokasi. Muhammad Al-Fatih mempunyai strategi untuk membawa kapal-kapal yang sebelumnya tidak dapat dilewati di media laut dengan memerintahkan pasukannya membuatkan jalan kayu yang diberi minyak untuk menyeret kapal-kapal naik melewati bukit. Hasilnya, sebanyak 70 kapal berhasil melewati penghalang rantai hanya dalam waktu semalam dan menjadi momentum titik balik dari pasukan Utsmani. Pasukan Byzantium tidak memprediksi hal tersebut dan dengan segera harus merelokasi pasukan-pasukannya untuk mencegah pasukan Utsmani menerobos Konstantinopel.

Perang dan pengepungan berlangsung selama beberapa minggu dan di sisa hari pengepungan, Sultan Muhammad Al-Fatih mengadakan pertemuan dengan pasukan dan jenderalnya untuk merencanakan serangan terakhir. Pada tanggal 29 Mei 1453 Muhammad Al-Fatih meluncurkan startegi yang telah disusun sebelumnya, membaginya menjadi tiga gelombang serangan. Serangan tersebut berhasil karena Muhammad Al-Fatih memanfaatkan celah untuk dapat menembus tembok tersebut dan menjadi ujung tombak serangan terakhir. Kaisar Konstanti XI berusaha memimpin pasukannya sebagai upaya terakhrinya, namun gagal dalam melawan pasukan Muhammad Al-Fatih. Pada akhirnya di  tanggal yang sama, 29 Mei 1453 Kontantinopel jatuh kepada pasukan Utsmani dan menjadi tanda bahwa berakhirnya Kekaisaran Bizantium. Jatuhnya Kota Konstantinopel merupakan salah satu peristiwa besar yang tertuliskan dalam sejarah dunia, khususnya sejarah Islam. Perebutan Konstatinopel oleh Sultan Muhammad Al-Fatih menjadi sebuah prestasi menggembirakan kepada umat Islam, karena hal ini belum dapat dicapai oleh para sultan maupun jenderal-jenderal sebelumnya.

Al-Fatih dan Kepemimpinan

Seorang pemimpin memiliki tanggung jawab besar dalam membawa arah mimpi dan harapan kepada bawahan atau orang sekitarnya untuk menemukan suatu kesejahteraan serta kebaikan bersama. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang dapat menjalankan tugas dan tangungjawab kepemimpinan sesuai dengan tata aturan yang berlaku, yaitu dilihat dari bagaimana cara seorang pemimpin itu mengelola perilaku dirinya sendiri, mempertimbangkan setiap keputusan, dan menyiapkan perencanaan yang baik. Ketika hal-hal tersebut terdapat dalam jiwa seorang pemimpin, maka dampak baik akan dirasakan bukan hanya bagi dirinya, tetapi juga anggota dan organisasnya akan merasakan hal yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun