Mohon tunggu...
Gutamining Saida
Gutamining Saida Mohon Tunggu... Guru - Guru SMPN 1 Kedungtuban Kab Blora

Jalan-jalan, membaca cerita, Seorang istri yang banyak mimpi.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Tas Ecoprint Menghebohkan

19 Desember 2024   09:56 Diperbarui: 19 Desember 2024   09:56 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karya : Gutamining Saida

Suasana ruang guru di SMPN 1 Kedungtuban terasa berbeda. Para guru sibuk dengan laptop. Diskusi santai sambil menyeruput minum. Pagi ini, ada kehebohan yang tak biasa. Semua berawal ketika Mbak Yayuk datang dengan membawa kantong plastik besar berwarna putih. Kresek itu terlihat penuh.  Ada guru langsung penasaran.

"Mbak Yayuk bawa apa tuh? Kok  bawa kanan kiri?" tanya Bu Saida yang berjalan dari pintu gerbang.

"Sstt, ini hasil karya kita bulan lalu. Tas batik ecoprint! Sudah jadi!" jawab Mbak Yayuk dengan penuh semangat. Ia memberikan kresek ke bu Saida. Bu Saida menuju pintu ruang guru

Sontak, para ibu guru yang semula sibuk di meja masing-masing. Mereka langsung bergerak mendekati meja besar. Mata mereka berbinar-binar, tak sabar melihat hasil karya tangan mereka yang selama sebulan terakhir dinanti.

"Wah, akhirnya jadi juga! Bu Saida keluarkan semuanya!" seru Bu Suryani yang berdiri tak sabar melihat hasilnya.

Bu Saida mulai mengeluarkan tas-tas ecoprint itu satu per satu. Berbagai warna dan pola daun terlihat menghiasi permukaan tas kain itu. Ada yang menggunakan daun jati, daun mentes, bahkan beberapa bunga kecil. Saat tas-tas itu dikeluarkan, suasana tiba-tiba menjadi lebih ramai.

"Lho, kok gambarnya beda? Ini punyaku, ya?" tanya Bu Yulis sambil memegang sebuah tas dengan warna yang agak pudar.

"Eh... kayaknya itu punyaku, deh. Aku pakai daun jati waktu itu!" sahut Bu Endang, mengernyit mencoba mengingat.

"Hehehe, mungkin karena direndam tawas, jadi warnanya berubah. Ada beberapa daun yang warnanya pudar, tapi itu wajar kok," jelas Bu Yulis, berusaha menenangkan ibu-ibu guru yang mulai kebingungan mencari tas miliknya.

Keributan kecil pun terjadi. Para ibu guru mulai mengelilingi meja. Mereka memeriksa tas satu per satu sambil mencoba mengingat pola dan warna yang mereka buat. Tak seberapa lama ibu-ibu guru bisa langsung mengenali karya mereka sendiri.

"Ini kayaknya punyaku, deh, soalnya aku pakai bunga telang. Tapi kok, warnanya hilang? Bukannya dulu unggu?" kata Bu Cicik sambil tertawa.

"Bu Rini, itu kan punyaku! Tapi nggak apa-apa, deh. Kalau njenengan suka, ambil aja," goda Bu bu Iip, yang ternyata juga memilih daun jati untuk tasnya..

Setelah beberapa menit, akhirnya semua tas berhasil ditemukan pemiliknya. Ada yang merasa puas, ada juga yang terkejut melihat perubahan pada tasnya. Namun, semua sepakat bahwa karya mereka tetap istimewa.

"Walaupun warnanya berubah, ini tetap tas buatan kita sendiri. Nggak ada yang punya tas secantik ini!" ujar Bu Suryani dengan bangga sambil menenteng tasnya.

Setelah puas mengamati tas masing-masing, Bu Saida tiba-tiba punya ide. "Eh, kita foto bareng, yuk! Biar ada kenangan pakai tas ecoprint ini."

Beberapa guru langsung setuju. Mereka berkumpul di dekat pintu ruang guru sambil menenteng tas. Dengan tas ecoprint di tangan, mereka mulai berpose. Ada yang berdiri santai, ada yang bergaya bak model, dan ada juga yang mengangkat tasnya tinggi-tinggi untuk memamerkan motif uniknya.

Pak Edi yang menjadi fotografer dadakan mengatur mereka dengan sabar. "Ayo, semuanya senyum! Satu, dua, tiga... klik!" Setelah beberapa kali foto, mereka semakin heboh. Ada yang meminta foto dengan gaya berbeda. Tawa dan candaan memenuhi ruang guru.

Ketika selesai mereka duduk kembali di tempat masing-masing. Kali ini dengan wajah yang penuh kebahagiaan. Beberapa bahkan langsung memotret tasnya untuk diunggah ke media sosial.

"Seru banget, ya! Ini pengalaman yang nggak bakal terlupakan," ujar Bu Heny sambil memandangi tasnya. "Iya, meskipun warnanya berubah, hasil akhirnya tetap cantik. Apalagi ini buatan kita sendiri," tambah Bu Laras sambil tersenyum.

Semua merasa puas melihat semua guru bahagia. "Kegiatan ini bukan cuma untuk bikin tas, tapi juga membuat kenangan. Lain kali kita bikin lagi, ya! Tapi mungkin kita coba batik yang lebih sulit."

Semua guru sepakat. Tas batik ecoprint tidak hanya menjadi hasil karya yang membanggakan. Tetapi menjadi simbol kebersamaan mereka. Suasana heboh yang terjadi pagi itu akan selalu menjadi kenangan manis di ruang guru SMPN 1 Kedungtuban. Tas mereka mungkin sederhana, tetapi kebahagiaan yang tercipta sangat luar biasa.

Kedungtuban, 19 Desember 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun