Karya: Gutamining Saida
Kami berdua berangkat ketika matahari mulai merangkak naik. Kami mengendarai sepeda motor ke pasar tradisional. Suasana pasar pagi selalu membawa kegembiraan tersendiri.Â
Hiruk-pikuk orang yang lalu lalang, penjual yang sibuk menawarkan dagangannya, dan aroma khas rempah-rempah bercampur dengan wangi sayuran segar di setiap sudut pasar.Â
Aku berhenti sejenak untuk membeli beberapa kebutuhan dapur seperti biasa. Aku tolah toleh mencari jajanan tradisional yang jarang ditemui, jajanan yang selalu mengingatkanku pada masa kecil. Jajanan jadul yang kini semakin langka diantaranya yaitu gerontol
Gerontol adalah salah satu camilan favoritku waktu kecil. Dibuat dari jagung rebus yang kemudian ditaburi kelapa parut dengan sedikit garam, makanan ini sederhana namun begitu memanjakan lidah.
 Rasa gurih kelapa berpadu dengan manis alami jagung membuatnya istimewa, meski hanya terdiri dari bahan-bahan yang mudah ditemukan.Â
Namun, seiring berjalannya waktu dan kemajuan zaman, jajanan seperti gerontol sudah jarang diminati, terutama oleh anak-anak sekarang yang lebih tertarik pada makanan modern yang berwarna-warni dan penuh gula.Â
Mereka lebih memilih makanan cepat saji atau camilan modern yang lebih kekinian. Sedikit ada perasaan miris melihat bagaimana warisan kuliner seperti gerontol mulai dilupakan oleh generasi sekarang.
Setelah beberapa saat mencari, akhirnya aku menemukannya. Seorang ibu tua, dengan wajah keriput namun penuh senyum, duduk di balik dagangannya yang sederhana.Â
Di depannya, ada panci besar yang penuh dengan gerontol, siap disajikan kepada siapa saja yang ingin menikmati kenikmatannya.Â
Meski usianya sudah lanjut, ibu penjual itu masih tampak gesit. Dia melayani pembeli dengan penuh kesabaran, mengaduk gerontol di dalam panci besar dan menaburkan kelapa parut di atasnya.Â
Rupanya, aku bukan satu-satunya yang merindukan jajanan ini. Ada beberapa orang yang juga antri, menunggu giliran untuk menikmati seporsi grontol. Ternyata, meski sudah jarang ditemui, jajanan ini masih memiliki tempat di hati banyak orang.
Tampaknya, gerontol lebih banyak diminati oleh generasi yang pernah merasakan masa-masa di mana jajanan tradisional seperti ini menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.Â
Saat gigitan pertama masuk ke mulutku, seketika kenangan masa lalu membanjiriku. Rasa gerontol ini persis seperti yang kuingat manis alami jagung, gurihnya kelapa, dan sedikit sentuhan asin dari garam yang membuat setiap gigitan terasa begitu sempurna.Â
Rasanya tak berubah sedikit pun, meski sudah bertahun-tahun berlalu sejak terakhir kali aku memakannya. Sebuah kebahagiaan tersendiri membuncah di hatiku, hanya karena menikmati kembali camilan sederhana ini.
Terasa betul bahwa kebahagiaan tidak selalu datang dari hal-hal yang besar atau mewah. Terkadang, sesuatu yang sederhana seperti seporsi gerontol bisa membawa begitu banyak kenangan dan kebahagiaan. Rasanya seolah aku kembali menjadi anak kecil, tanpa beban, hanya menikmati jajanan gerontol.
Melihat kembali pada jajanan tradisional seperti gerontol, aku merasa bahwa ada banyak nilai berharga yang terkandung dalam setiap hidangan sederhana ini. Tidak hanya soal rasa, tetapi juga tentang warisan, kebersamaan, dan kenangan yang tak tergantikan.Â
Mungkin anak-anak zaman sekarang sudah tak lagi tertarik pada jajanan seperti ini, tapi bagiku, gerontol tetap menjadi bagian dari cerita hidupku, sebuah kenikmatan sederhana yang membawa kebahagiaan sejati.
Ini bukan sekadar camilan, melainkan sebuah perjalanan kecil masa lalu, ke masa-masa di mana hidup terasa lebih sederhana dan penuh kebahagiaan.
Cepu, 16 Oktober 2024
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI