Kita dikagetkan sebuah berita. Seorangpolisi di Kebumen Jawa Tengah bunuh diri. Di duga kuat karena himpitan hutang. Samakagetnya kita dengan pengakuan pengikut Dimas Kanjeng yang rela menyetor uanghingga puluhan juta. Sebagian mengaku tergiur dengan janji pelipatgandaan uangyang nanti mau digunakan untuk bayar hutang. Selengkapnya baca  Pragmatisme ala dimas kanjeng
Hutang telah menjadi topik populer dimasyarakat. Tak hanya di ruang seminar, tapi juga di warkop hingga persawahan. Takhanya di perkotaan, tapi sudah menjangkau pelosok desa. Kini, seseorang maujadi TKW (tenaga kerja wanita) biasa hutang berbunga. Mau beli motor juga kreditberbunga. Bahkan, beli panci, gelas, baju, keperluan mandi pun rela kredit  berbunga.Â
 Tak aneh jika usaha leasing dan/atau jasapembiayaan kian menjamur. Bentuknya bukan hanya perbankan, tapi juga koperasi, yayasan hingga perseorangan. Istilahgadai sudah sedemikian akrab. Intinya, mencari pinjaman bukan perkara sulit.Tinggal pilih modelnya. Potong gaji, nyicil harian, atau sita jaminan. Yangpasti banyak tawaran.
Tipuan iklan
Godaaniklan bertubi-tubi. Seperti penjajahan informasi, tawaran kredit  tampil di spanduk, brosur, koran, hingga omonganorang2 di berbagai tempat. Tentu kata-kata yang demikian sudah akrab dimasyarakat kita
1. Kredit dengan bunga paling rendah,
2. Kredit dengan cicilan paling ringan,
3. Kredit dengan Proses 1 jam selesai dan masih banyak kata-kata menarik dari jasa kredit berbunga.Â
Semuanya seperti menjadi penyelesai persoalan yang dihadapi pembacanya. Mau beli motortinggal sms ke sales, mau beli lemari tinggal janjian dengan pramuniaga.Apalagi mau pake kartu kredit, salesnya sendiri yang ngantri dihubungi karenasudah nyebar brosur, broadcast SMS hingga WA. Bertubi-tubinya informasi yangdikirim menjajah alam bawah sadar untuk menghubungi saat diperlukan.
EvaluasiDiri
Kinikita sampai pada pertanyaan kritis, Mengapa kita harus berhutang? Benarkahuntuk kebutuhan mendasar (basic need), atau sudah mengarah ke gaya hidup? Gantihandphone, wisata kuliner, nyicil mobil, hingga ke beli atau renovasi rumah,benarnya sudah pada kebutuhan yang harus dipenuhi? Artinya kalau tidak dipenuhikita akan kehilangan diri? Mati misalnya?
Tampaknya,sisi kritis ini yang tenggelam di benak pemikiran kita. Melihat tetangga,saudara atau teman hidup berkelimpahan kita iri. Padahal kita tidak tahu apakahorang-orang tersebut sungguh-sungguh berkelimpahan, atau juga berhutang demigaya hidup terpandang. Melihat teman upload foto di Fesbuk saat naik mobil,menginap di hotel, atau sedang wisata keluar negeri, kita percaya begitu saja.Â
Terdorongkeinginan untuk menyamai atau kalau bisa mengungguli. Akhirnya tak sadar kitarela berhutang agar juga dianggap sukses alias tidak terpuruk. Kita inginmenutupi keadaan. Cenderung memaksa diri. Meninggalkan kebersahajaan demi hargadiri yang dibumbui iri. Termasuk dalam ambisi jabatan. Kita rela melakukan suapmeski dengan cara berhutang seperti dalam kasus anggota polisi yang bunuh diridiatas.
Gali lobang tutup lubang adalah kalimatpopuler. Dengan kalimat ini kita bisa paham mengapa 80% PNS suka menggadaikanSK-nya. Demikian juga anggota TNI/Polri. Begitu juga dengan karyawan swasta.Bahkan petani, nelayan juga banyak yang terjerat hutang musiman. Sungguh hutangtelah menjadi bagian yang cukup menyulitkan bagi sebagian besar orang di negeri ini.
Solusi
Soal hutang piutang, akhir2 ini ramaidigelar seminar hidup tenang tanpa riba. Ini luar biasa dan saya setuju.Bagaimanapun kita harus waspada terhadap bahaya hutang. Bukan hanya kecanduan,tetapi hutang satu akan merangsang tumbuhnya hutang yang lain. Akhirnya hiduptidak tenang. Dibayang-bayangi tagihan demi tagihan.Â
Solusinya tinggal satu. Pertama hentikangaya hidup yang membohongi. Saatnya kita jujur pada diri, keluarga dan saudara.Tak perlu malu dan rendah diri seandainya kita harus naik motor karenamengembalikan pinjaman. Tak perlu malu harus makan berlauk tempe demi pelunasanhutang. Gak perlu gengsi seandainya kita harus betah di rumah (tidak bisawisata) karena ingin hemat keuangan.
Sudahlah. Kita bukan korban gaya hidup.Jangan pedulikan sinetron, trending sosial media, televisia atau pengaruh gayahidup bohong di dunia maya. Jadilah diri sendiri. Hutang dilunasi dan komitmentidak menambah hutang. Segera munculkan tekad disertai usaha dan doa agarhutang yang tak perlu segera dihentikan.
Back to basic. Apa adanya. Nerimo saja.Jangan terseret arus ikut-ikutan gaya hidup orang lain. Kita adalah kita. Ajakistri bicara misi keluarga yang bebas hutang. Ajari anak supaya jadi pribadiyang tak suka menghutang. Caranya pahamkan kalau hidup harus berhemat dan tidaksuka ngiri pada teman. Sabar sebagai kata kunci. Mari kurangi, hindari dan hentikan hutang yang hanya karena gaya hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H