Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Pengungsi Rohingya
Politik luar negeri Indonesia merupakan suatu bentuk kebijakan, sikap, dan langkah yang dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam melakukan hubungan dengan negara lain, organisasi internasional, serta sumber hukum internasional untuk mencapai suatu tujuan nasionalnya. Negara Republik Indonesia juga sudah sejak dari dulu menganut prinsip bebas-aktif yang artinya bahwa Indonesia dapat berperan secara bebas dan aktif dalam menyelesaikan suatu konflik yang terjadi, serta tidak hanya itu Indonesia juga berperan aktif untuk menjaga perdamaian dunia.
Seperti pada halnya, Indonesia turut membantu dalam penyelesaian masalah yang terjadi pada negara Myanmar yaitu kasus pengungsi Rohingya yang sampai saat ini masih belum terselesaikan. Namun, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan pengungsi Rohingya tidak diterima oleh Indonesia khususnya masyarakat Aceh. Karena para pengungsi Rohingnya melakukan beberapa pelanggaran yang dilakukan, maka dari itu masyarakat Aceh langsung bersikap tegas untuk melakukan pengusiran secara paksa kepada masyarakat Rohingya.
Pengungsi Rohingya merupakan penduduk asli dari Myanmar yang minoritas beragama Muslim dan mereka tinggal di bagian barat dekat perairan Myanmar. Konflik tersebut telah terjadi sejak adanya kemunculan kebijakan Burma Citizen Law tahun 1982. Hal tersebut yang menyebabkan masyarakat Rohingya mengalami kerugian karena kebijakan ini menolak etnis Rohingya sebagai etnis resmi di negara Myanmar dan masyarakat Rohingya dianggap sebagai imigran gelap yang datang dari negara Bangladesh. Pada saat itu masyarakat Rohingya telah mengungsi ke Bangladesh namun hal tersebut justru ditolak oleh Bangladesh karena dianggap akan semakin menghambat upaya negara Bangladesh untuk memenuhi kebutuhan pangan warga negaranya. Karena pada saat itu negara Bangladesh sedang mengalami kesulitan dalam mendapatkan akses bantuan makanan, tempat tinggal, dan fasilitas kesehatan.
Indonesia merupakan negara satu-satunya yang menerima masuknya para pengungsi Rohingya untuk tinggal sementara pada masa pandemi Covid-19. Meskipun pada saat itu kondisi perekonomian Indonesia sedang tidak stabil tapi Indonesia tetap menerima para pengungsi Rohingya untuk masuk ke wilayah Indonesia.
Pada saat itu para pengungsi Rohingya tiba di Aceh pada 24 Juni 2020, lalu terdapat proses penanganan lebih lanjut yang dilakukan oleh pemeritah Indonesia. Pemerintah Indonesia juga melakukan proses penanganan terhadap pengungsi Rohingnya dalam kebijakan luar negerinya yaitu secara bilateral, regional, serta adanya kerjasama dengan lembaga internasional untuk menangani para pengungsi Rohingya.
Selain itu, Indonesia juga memiliki kebijakan luar negeri yang terbuka untuk menangani kasus ini yaitu Human Security. Dengan digunakannya pendekatan Human Security ini lebih difokuskan kepada kondisi manusia karena pengungsi Rohingya mengalami banyak ancaman keamanan. Para pengungsi Rohingya mengalami banyak ancaman keamanan politik salah satunya adalah hak-hak asasi mereka tidak terpenuhi dan mereka pun mengalami tekanan politik dari pemerintah mereka sendiri.
Tidak hanya ancaman politik saja melainkan kondisi ekonomi, kesehatan, kebutuhan pangan juga turut menjadi ancaman bagi para pengungsi Rohingya karena mereka selama mengungsi tidak memiliki apa-apa dan hanya bermodalkan pakaian saja.
Menteri luar negeri, Retno Marsudi mengatakan, "Sepanjang tahun 2020, atas dasar kemanusiaan, Indonesia telah menampung sementara dua rombongan pengungsi Rohingya dengan jumlah total 396 orang." Melalui perkataan Retno Marsudi bahwa 'atas dasar kemanusiaan' hal tersebut yang menjadi dasar kebijakan luar negeri Indonesia yang terbuka atas penerimaan para pengungsi Rohingya.
Pemerintah Indonesia memberikan bantuan berupa hibah sebesar 7,5 miliar yang bertujuan untuk membantu proses repatriasi para pengungsi Rohingya dari Cox's Bazar, Bangladesh, menuju Rakhine, Myanmar. Kemudian, Indonesia juga mengirim 54 ton bantuan kemanusiaan berupa 30 ton beras, 14.000 selimut, 2.004 paket makanan cepat saji, 20 unit tenda berukuran besar, 10 unit tanki air, 900 paket pakaian, dan 1 ton gula pasir.
Pada 21 November 2023, para pengungsi Rohingya kembali memasuki wilayah Indonesia lebih tepatnya di Desa Lapang Barat, Kabupaten Bireuen, Aceh. Para pengungsi Rohingya saat itu diantarkan ke tempat penampungan sementara di Kota Lhokseumawe. Karena, masyarakat Aceh justru menolak dengan kedatangan para pengungsi Rohingya ini. Hal tersebut disebabkan karena pada saat pengungsi Rohingya tinggal di Aceh, mereka telah melanggar norma-norma yang telah disepakati seperti terdapat kasus pelecehan, bertengkar dengan warga setempat, adapun pengungsi Rohingya yang melarikan diri, dan lain-lain. Maka dari itu, masyarakat Aceh tidak mau lagi menerima pengungsi Rohingya untuk tinggal di daerah tersebut. Namun, masyarakat Aceh tidak mengusir begitu saja melainkan juga memberikan sedikit bantuan seperti dengan memberi makanan dan pakaian bekas untuk pengungsi Rohingya. Respon pemerintah Indonesia terhadap kasus tersebut sampai saat ini belum ada arahan lebih lanjut.