Mohon tunggu...
Gusti Zulkifli Halim
Gusti Zulkifli Halim Mohon Tunggu... Sales - salesman di Paluta Jaya Properti

Hanya bapak-bapak biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dari Puing Reruntuhan Menuju Titik Terang; Kisah Inspiratif Penyintas di Huntap Pombewe

4 September 2023   00:33 Diperbarui: 4 September 2023   06:05 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parwoto (47 tahun) Penyintas Bencana Gempabumi Sulteng 2018 - Sumber Foto: Dokumen Pribadi 

Gempa bumi; fenomena alam yang seringkali menyisakan jejak penderitaan yang sulit diungkapkan. Namun, di tengah reruntuhan dan kehancuran yang melanda Sulawesi Tengah pada 2018 silam, kisah heroik muncul, menggugah hati, dan memberikan inspirasi. Inilah cerita tentang Parwoto, seorang petani berusia 47 tahun yang tanpa ragu mengulurkan tangan di saat yang paling genting. Setelah hampir tiga tahun menanti, kini ia telah menemukan rumah baru untuk membangun kehidupan di Huntap Pombewe.

"Saat gempa itu terjadi, aku tengah sibuk menggiling padi. Jujur, aku belum pernah merasakan gempa sehebat itu sebelumnya," Ujar Parwoto, suaranya gemetar ketika mengingat kembali momen mengerikan itu. Gempa bumi tahun 2018 telah menghancurkan banyak rumah di wilayah Sulawesi Tengah, termasuk rumah miliknya. Sekarang, hanya reruntuhan yang tersisa. "Rumah kami hancur dan nggak bisa ditinggali lagi," Katanya dengan kepala tertunduk.

Pada saat bencana itu terjadi, Parwoto tengah sibuk dengan pekerjaannya sebagai petani. Namun, takdir berkata lain ketika kekuatan alam yang menggemparkan itu membuatnya kehilangan pijakan. "Saya merasa bingung, pikiran saya kosong. Orang-orang berlari menyelamatkan diri, tetapi saya, bukannya berlari, malah memilih untuk membantu orang-orang yang terluka dan membutuhkan pertolongan," Kenang Parwoto. Dalam kepanikan, ia dengan tulus menolong seorang tetangga yang hampir tenggelam dalam lumpur likuefaksi, lalu menggendongnya ke Rumah Sakit Torabelo. Bahkan ia sempat membantu mengeluarkan mayat yang terperangkap dalam lumpur.

Setelah gempa, kehidupan Parwoto dan ribuan penyintas lainnya berubah drastis. Mereka harus mencari tempat tinggal baru dan mencoba memulai hidup dari nol.

Parwoto mengaku, dulunya ia bekerja sebagai petani di Desa Jono, Kabupaten Sigi. Nahas, lumpur likuefaksi yang ganas dalam sekejap mengubah lahan subur menjadi bubur lumpur.

"Dulu saya tinggal di Desa Jono, Kabupaten Sigi. Pekerjaan saya sebelumnya petani. Tapi karena likuefaksi, lahannya tidak bisa digarap lagi." Katanya.

Kini, di Huntap Pombewe, ia telah menemukan penghidupan baru: berjualan sayuran di pasar setempat. Meskipun lahan untuk bertani telah lenyap, Pak Parwoto tak pernah menyerah. "Akhirnya sekarang beralih jualan sayuran di pasar karena di Huntap Pombewe nggak bisa menanam lagi. Nggak ada lahan." Ungkap Parwoto.

Huntap Pombewe adalah bagian integral dari proyek rehabilitasi dan rekonstruksi pasca-bencana Sulawesi Tengah. Ini merupakan wujud nyata dari komitmen Kementerian PUPR untuk meningkatkan kualitas hidup warga yang terdampak oleh bencana. Lebih dari sekadar tempat tinggal, Huntap ini dirancang dengan prinsip "build back better," dengan fokus pada desain yang tahan gempa serta ramah terhadap seluruh kelompok masyarakat.

Melalui kolaborasi antara Kementerian PUPR, Yayasan Buddha Tzu Chi, Bank Mayapada, dan Pemerintah Kabupaten Sigi, terwujudlah 1175 unit Huntap di atas lahan seluas 106 hektar. Kawasan Huntap juga dilengkapi dengan berbagai infrastruktur pendukung, seperti ruang terbuka hijau, dinding penahan tanah, sistem pengolahan air limbah domestik terpusat, dan sistem penyediaan air minum.

Sekarang, Huntap Pombewe telah menjadi lingkungan baru yang menawarkan harapan baru bagi warga, termasuk Parwoto dan keluarganya yang telah menghuni Huntap selama dua tahun terakhir. "Alhamdulillah, aku puas dengan hasil pembangunan Huntap. Jalan bagus dan rapi, ada taman, ada air. Intinya, kami sekeluarga sangat puas," Ujarnya sambil tersenyum.

Di lingkungan ini, mereka menemukan solidaritas dan harmoni dalam keragaman. Parwoto dengan bangga menceritakan, meskipun berbeda suku dan agama, mereka tetap beradaptasi, saling menghormati, dan menghargai satu sama lain. Bersama, mereka juga rutin melaksanakan pengajian, memperkuat tali persaudaraan di antara mereka.

Meski begitu, Parwoto masih menyimpan harapan. Ia menantikan pemerintah membangun sekolah di kawasan Huntap, karena jarak antara sekolah dan Huntap masih cukup jauh. Selain itu, ia juga berharap adanya pasar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan lebih mudah. Permintaan ini mencerminkan keinginan para penyintas untuk meningkatkan kesejahteraan hidup.

Kisah heroik Parwoto adalah cerminan dari kekuatan manusia untuk bangkit dari bencana dan menjalani hidup yang lebih baik. Di balik bencana yang menghancurkan, ada kebaikan, kolaborasi, dan harapan yang tumbuh. Huntap pombewe bersinar menjadi cahaya harapan bagi orang-orang seperti Parwoto. Di sana, mereka menemukan kembali hidup mereka dan membangun masa depan yang lebih cerah. Meskipun gempa bumi telah memporak-porandakan segalanya, semangat mereka untuk bangkit tak pernah goyah.

Keberadaan Huntap adalah manifestasi nyata dari komitmen Kementerian PUPR untuk membangun kembali daerah terdampak bencana menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dengan desain yang tahan gempa dan inklusif, Huntap ini bukan hanya sebagai tempat tinggal, tetapi rumah yang nyaman dan aman bagi ribuan keluarga yang terdampak bencana.

Namun, yang tak kalah penting adalah semangat komunitas untuk berkembang di Huntap Pombewe. Di sini, perbedaan suku, agama, dan latar belakang tidak menghalangi solidaritas dan harmoni. Mereka saling mendukung, membangun hubungan yang kuat, dan merayakan keberagaman. Pengajian yang rutin dilakukan adalah contoh bagaimana kehidupan rohani menguatkan mereka dalam menghadapi tantangan yang datang.

Meskipun mereka telah menemukan tempat baru yang lebih baik, Parwoto dan warga lainnya masih memiliki harapan dan impian untuk masa depan yang lebih cerah. Permintaan mereka akan sekolah dan pasar adalah langkah pertama menuju peningkatan kualitas hidup yang lebih besar lagi. Mereka ingin memastikan bahwa anak-anak mereka memiliki akses yang mudah ke pendidikan dan bahwa semua orang dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan lebih mudah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun