MEMANG BOLEH, BIARAWAN MSC
EXCUSE PADA KAUL KETAATAN?
(Fr. Agustinus Nicolaus Yokit, MSC)
MSC sebagai Tarekat Religius Biarawan Misionaris
Di dalam Gereja Katolik Roma ada banyak tarekat religius. Tarekat religius adalah sebuah lembaga atau kelompok tempat para religius bernaung dan berusaha untuk mengikuti Tuhan secara integral. Salah satu tarekat yang ada di Indonesia ialah tarekat MSC. MSC adalah kepanjangan dari Missionarii Sacratissimi Cordis Iesu. Di dalam bahasa Inggris MSC disebut "Missionaries of the Sacred Heart of Jesus". Sedangkan dalam bahasa Indonesia sendiri MSC dikenal dengan Misionaris Hati Kudus Yesus. Terjemahan-terjemahan di atas, juga ditegaskan dalam buku Konstitusi MSC, no. 1: "Nama Tarekat kita adalah Tarekat Misionaris Hati Kudus Yesus."
Tarekat MSC lahir di Issoudun, Prancis, pada tanggal 8 Desember 1854. Pendirinya adalah Pater Jules Chevalier (1824-1907), seorang imam praja di Keuskupan Bourges. Tarekat MSC merupakan tarekat religius, biarawan misionaris yang dipanggil dan diutus ke dalam dunia untuk mewartakan Kabar Gembira tentang cinta dan kebaikan hati Allah (Konst. MSC, no. 4). Sebagai tarekat biarawan, tentu saja para anggotanya harus mengikrarkan kaul-kaul. Kaul di dalam Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, Lumen Gentium (LG) artikel 43, merupakan janji untuk menaati nasihat-nasihat Injil tentang kemurnian, kemiskinan dan ketaatan. Ketiga kaul ini didasarkan pada sabda dan teladan Tuhan serta dianjurkan oleh para Rasul, para Bapa, Guru dan Gembala Gereja.
Setiap orang beriman atau mereka (para biarawan) yang telah mengikrarkan kaul-kaul (Kemurnian, Kemiskinan, dan Ketaatan) memiliki kewajiban untuk menaati ketiga nasihat Injil itu. Mereka harus mengabdikan diri kepada Allah yang dicintainya lebih dari segala sesuatu. Selain itu, nasihat-nasihat Injil yang mereka ikrarkan itu membawa mereka ke dalam persekutuan dengan Gereja dan misterinya. Oleh karena itu hidup rohani mereka juga harus dibaktikan kepada kesejahteraan seluruh Gereja. Sehingga mereka akan dipanggil untuk menjadi pelayan-pelayan Gereja dengan panggilan hidupnya yang khas dalam doa dan karya. Hal ini tidak terkecuali bagi setiap anggota Tarekat MSC, baik mereka yang masih mengikrarkan kaul sementara maupun yang sudah mengikrarkan kaul seumur hidup.
Konsekuensi Mengikrarkan Kaul Ketaatan sebagai MSC
Konsekuensi dalam mengikrarkan kaul ketaatan sebagai MSC, haruslah berangkat dari pemahaman dasar dan pengalaman hidup seorang biarawan MSC. Uraian ini akan disampaikan seturut pemahaman dan pengalaman hidup saya sebagai seorang biarawan MSC yang baru berkaul kekal pada tanggal 21 Oktober 2023 yang lalu. Saya mengikrarkan kaul-kaul kebiaraan termasuk kaul ketaatan bersama-sama dengan para Konfrater (sesama saudara setarekat) saya. Artinya, saya tidak berjalan seorang diri. Dan demikian di dalam tarekat MSC juga menekankan pentingnya cinta persaudaraan, itulah yang saya pahami dan alami sampai saat ini.
Saya memahami bahwa kaul ketaatan di dalam tarekat MSC memiliki dua arti mendasar. Pertama, dapat dipahami dan diartikan sebagai penghayatan hidup untuk mengikuti aturan dan keputusan yang diberikan kepada saya. Kedua, dapat saya pahami sebagai sebuah keputusan baik yang diberikan oleh pemimpin dalam terang persaudaraan demi perkembangan diri dan misi perutusan. Demikian, berangkat dari dua pemahaman mendasar ini, hidup dan penghayatan kaul ketaatan bertumbuh dan berkembang di dalam diri. Saya menemukan bahwa kaul ketaatan menjadi kekuatan seorang Biarawan MSC, bahkan dalam arti tertentu lebih "unggul" dan "utama". Unggul dan utama dalam konteks MSC, bukan berarti mendiskreditkan dua kaul yang lain, atau bahkan mengabaikan dua kaul yang lain. Tetapi justru menempatkan kaul ketaatan sebagai kekuatan yang kemudian dapat menopang dua kaul yang lain, agar berjalan bersama di dalam penghayatan hidup seorang MSC.
Oleh karena itu, kaul ketaatan harus dihidupi tanpa tawar-menawar dalam diri seorang MSC terutama demi misi dan tugas pelayanan di tengah Umat. Pemahaman saya ini sungguh diteguhkan oleh Pater Chevalier, yang dengan jelas menegaskan di dalam Formula Konstitusi (1869) bahwa:
Mereka yang masuk Tarekat kita rela menerima bahwa orang lain mengungguli mereka dalam bidang belajar, dalam mati raga, dalam kemiskinan; namun mereka tidak membiarkan diri mereka dikalahkan dalam hal ketaatan dan sikap saling mengasihi.
Penegasan oleh Pater Chevalier sesungguhnya mengarahkan setiap anggota untuk melihat kaul ketaatan dalam semangat kerendahan hati yang merupakan keutamaan-keutamaan Tarekat karena menunjukkan dengan nyata keutamaan-keutamaan Hati Yesus. Kaul ketaatan yang diikrarkan di tengah Umat dan Pimpinan Tarekat serta terutama di hadapan Tuhan Yang Mahabaik, sesungguhnya mengarahkan saya dan para konfrater saya untuk selalu berharap pada Penyelenggaraan Ilahi.
Saya mengalami bahwa selama 6 tahun menjalani hidup membiara sebagai seorang biarawan MSC, Tuhan sungguh hadir dalam diri Para Konfrater, baik itu Para Formator dan Para Frater di Rumah Formasi Skolastikat, maupun Pater Pemimbing Pastoral, dan semua Konfrater di medan pastoral. Konfrater semua sungguh membantu saya dalam mengarahkan dan mempersiapkan diri menjadi seorang MSC yang siap diutus. Saya sungguh sadar bahwa sebagai seorang MSC, saya tidak boleh kalah dalam menjalankan kaul ketaatan. Sebagaimana nasehat Pater Chevalier, saya pun belajar untuk menjadi pribadi yang taat pada pemimpin dan menjalankan tugas perutusan dalam semangat cinta persaudaraan.
Dalam konteks penghayatan dan pelaksanaan kaul ketaatan, saya selalu belajar untuk menempatkan diri sebagai pribadi yang rendah hati. Kerendahan hati merupakan sikap dasar dalam menerima arahan dan penugasan dari Pater Pembimbing, Para Formator, atau Konfrater lain, serta Umat. Prinsip dasar yang saya pegang sampai saat ini bahwa setiap hal baik yang ditugaskan kepada saya pastilah akan membawa perkembangan diri menjadi lebih baik. Selain kerendahan hati, saya juga menghayati kaul ketaatan dalam semangat perutusan. Saya belajar untuk melihat semua tugas yang diberikan kepada saya sebagai bagian dari tugas perutusan seorang MSC.
Saya juga menyadari dan menemukan bahwa penghayatan kaul ketaatan sampai saat ini belum sempurna. Karena dalam beberapa kesempatan, ketika diperhadapkan dengan pilihan dan keinginan pribadi, ketaatan itu sering tidak dijalani dengan sepenuh hati. Walaupun demikian, saya selalu belajar untuk menghayati kaul ketaatan tersebut sebagai bagian dari panggilan hidup seorang MSC. Saya selalu membangkitkan motivasi dasar saya sebagai MSC yaitu belajar untuk menjadi misionaris yang siap diutus. Dengan penghayatan mendasar ini, saya berusaha untuk menjalankan kaul ketaatan demi nilai-nilai Kristiani yang hendak dicapai. Saya menyadari bahwa ketaatan dalam Tarekat MSC bukanlah ketaatan buta, tetapi ketaatan dalam semangat persaudaraan. Maka, tugas-tugas yang saya terima merupakan kesempatan untuk menghayati kaul ketaatan itu. Dan akhirnya, saya juga menemukan bahwa saya bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang selalu siap sedia ketika diminta bantuan atau melakukan pekerjaan yang ada. Kesiapsediaan yang bertumbuh di dalam diri sangatlah membantu saya dalam menghayati kaul ketaatan sebagai seorang biarawan MSC.
Saya pun semakin menyadari bahwa nasehat-nasehat yang disampaikan oleh Pater Chevalier melalui tulisan-tulisannya, dan juga cara hidup serta penghayatan Para Formator sungguh membantu saya untuk melihat kaul ketaatan ini sebagai panggilan hidup. Secara sederhana saya refleksikan sebagai panggilan hidup untuk "memberi diri". Pemberian diri yang paling radikal ialah dengan rendah hati dan kerelahan hati melepaskan keterikatan serta keinginan pribadi. Memberi diri untuk diarahkan dan dibentuk oleh orang lain. Artinya, saya diajak untuk semakin mampu melihat tugas dan tanggung jawab yang diberikan sebagai bagian dari missio. Saya melihat bahwa penghayatan kaul ketaatan itu tidak boleh terbatas pada konsep-konsep saja, tetapi harus diejawantahkan dalam kehidupan harian di komunitas maupun di tengah umat.
Akhirnya, saya pun menemukan bahwa kaul ketaatan yang diikrarkan, tidak bisa terlepaskan dari semangat konfraternitas atau persaudaraan. Kesadaran itu ditegaskan dalam judul pasal 2 pada Konstitusi MSC yang berbunyi: "Ketaatan Dalam Cinta Persaudaraan". Demikian juga dijabarkan dan ditegaskan dengan baik pada nomor 40 dalam pasal 2 Konstitusi:
Kita berusaha menemukan kehendak Allah dalam persatuan dengan saudara-saudara kita. Kita mengikat diri untuk senantiasa hidup dan bertindak dalam rangka persatuan ini serta untuk menjalani ketaatan dalam semangat saling mencintai.
Saya mengikrarkan dan berusaha menghayati kaul ini bersama dengan para Konfrater yang sungguh menunjukkan dengan jelas bagaimana cara menghayati kaul ketaatan itu. Saya belajar bersama para Konfrater yang telah berjanji untuk mencari dan menerima kehendak Allah dalam kehidupan dan tugas perutusan. Dan akhirnya, saya menemukan bahwa ketika saya mampu menghayati kaul tersebut, maka kaul kemurnian dan kaul kemiskinan dapat saya jalani dengan baik. Karena ketika saya taat pada aturan sebagai biarawan, maka semuanya dapat berjalan dengan baik. Itulah mengapa, kaul ketaatan itu diberi penekanan lebih dalam Tarekat MSC. Setiap anggota yang berada dalam Tarekat MSC harus berusaha untuk menghayati dan menghidupi kaul ini, agar menjadi landasan dasar untuk berpijak sebagai seorang Misionaris yang siap mewartakan Cinta Hati Kudus Yesus sebagai obat penyembuh bagi dunia yang sedang sakit.
Memang Boleh, Biarawan MSC Excuse pada Kaul Ketaatan?
Dengan semua pemahaman dan pengalaman yang telah dijabarkan di atas, kita dapat menjawab bahwa tidak boleh seorang biarawan MSC excuse pada Kaul Ketaatan! Mengapa tidak? Karena seorang biarawan MSC terikat pada kaul-kaul atau janji yang telah diikrarkannya di hadapan Allah melalui Pemimpin Tarekat dan disaksikan oleh Umat Allah. Keterikatan pada janji atau kaul merupakan pilihan bebas yang telah ditentukan oleh seorang biarawan tanpa paksaan dari siapa pun di luar dirinya. Maka, konsekuensinya ia harus setia dan berjuang untuk tetap menghidupi kaul-kaul tersebut.
Biarawan MSC, baik itu pastor, bruder, maupun frater (skolastik) perlu mengindahkan kaul ketaatan sebagai penopang dalam hidupnya yang adalah religius. Secara kontekstual dalam rumah formasi Biara Hati Kudus Skolastikat MSC Pineleng, semangat ketaatan dalam cinta persaudaraan perlu dikembangkan dalam diri setiap formandi (para frater skolastik). Usaha untuk menghidupi kaul ketaatan telah ditempatkan dalam konteks pembinaan di rumah formasi Skolastikat. Contoh konkretnya tertampak dalam tema dan arah formasi tahun ini yaitu: "Menjadi Misionaris yang Menghidupi sukacita Injil: Integritas dan Ketaatan yang Membebaskan." Melalui tema dan arah formasi ini, para frater skolastik, diharapkan untuk dengan rendah hati menerima setiap tugas perutusan yang diberikan dalam semangat ketaatan yang membebaskan. Kita secara bebas memberikan diri untuk dibentuk dan diarahkan oleh para formator di dalam rumah formasi Skolastikat.
Semua frater skolastik dan para formator, sesungguhnya dipanggil untuk mampu menghayati dan menghidupi semangat kaul ketaatan dalam cinta persaudaraan. Teristimewa, para frater skolastik, harusnya dituntut "lebih" untuk mampu taat dalam tugas perutusan. Tugas perutusan dan misi seorang skolastik ialah studi. Maka, fokus misi harus tetap terarah dan selesai sesuai dengan kesepakatan yang telah ditetapkan oleh Tarekat MSC bagi para calon imamnya.
Para frater skolastik, tanpa terkecuali, diharapkan mampu menghidupi kaul-kaulnya. Mereka tidak harus menunggu sampai nanti ditahbiskan menjadi imam, baru mulai menghidupi kaul-kaul kebiaraannya dengan baik. Karena justru di rumah formasi Skolastikat, mereka perlu memperhatikan hal ini dengan serius. Agar nantinya, tidak terkejut ketika diberikan tugas perutusan. Jangan sampai timbul pertanyaan-pertanyaan demikian, "mengapa saya diutus ke sana?" atau "mengapa harus saya yang diutus?" Melainkan mereka harus diarahkan dan dibentuk agar sampai pada kesadaran bahwa dengan rendah hati, saya siap untuk menerima tugas perutusan yang diberikan. Entah, tugas itu sesuai dengan hobby atau passion saya sebagai biarawan misionaris, saya akan menerima dan taat dengan tugas perutusan yang diberikan. Jika, saya menolak atau mengajukan litani pertanyaan, maka saya harus berefleksi lebih dalam, sebenarnya siapa saya dan apa yang saya lakukan di dalam Tarekat MSC, terlebih di rumah formasi Skolastikat ini. Jangan sampai saya hanya bermain-main dan tidak serius dengan panggilan untuk menjadi seorang Misionaris Hati Kudus Yesus, yang setia dan sejati.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI