Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang memandang segala-galanya dengan bersumber pada eksistensi. Menurut asal katanya kata eksistensi di bagi dua yaitu eks berarti keluar dan sistensi berarti menempatkan atau berdiri.Â
Atau bisa dikatakan juga bahwa yang dimaksud dengan eksistensi adalah cara manusia berada di dunia ini. Cara itu hanya khusus bagi manusia, jadi yang bereksistensi itu hanya manusia. (Driyarkara, 2006a:1281-1282).Â
Jean Paul Sartre menegaskan bahwa eksistensi adalah dasar yang memberikan bentuk bagi segala sesuatu termasuk realitas manusia. Dari satu perspektif, manusia sesungguhnya berbeda dari bagian-bagian dalam realitas. Manusia ada, ada di sana, tak bedanya dengan batu-batu dan pohon-pohon.Â
Akan tetapi dari perspektif yang lain, manusia berbeda karena memiliki kesadaran. Dengan kesadaran itu ia berelasi dengan dunia benda-benda dan dengan orang-orang lain atas pelbagai cara.Â
Pada tingkat tertentu, manusia sadar akan 'dunia', yaitu segala sesuatu yang lain dari dirinya, segalanya yang di luar sana, yang melampaui atau mengatasinya.Â
Sartre menegaskan bahwa benda-benda atau segala sesuatu 'yang lain' pada dasarnya muncul di sini dan di sana, kalau hanya terhubung satu dengan yang lain termasuk diri manusia sendiri.
Tesis Dasar
Semua kesadaran adalah kesadaran akan sesuatu. Dengan begitu tidak ada kesadaran tanpa mengafirmasikan eksistensi suatu obyek yang melampaui subjek kesadaran.Â
Kesadaran manusia memiliki dua karakter yang saling berhubungan. Yaitu: kesadaran diri dan intensionalitas. Kesadaran diri mengandaikan kesadaran tentang yang lain, karena kesadaran hanya menyadari dirinya saat ia menyadari sesuatu.Â
Sartre merumuskan, 'yang lain' adalah sesuatu yang bukan kesadaran dan berada di luar kesadaran.Â
Dengan kata lain, objek-objek bersifat independen dari kesadaran dan bukan 'fenomena', sebab dalam tradisi fenomenologi kata 'fenomena' selalu diartikan sebagai 'yang menampakan diri pada kesadaran.'Â