Mohon tunggu...
Qorry Ein Wawa
Qorry Ein Wawa Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Aku? Aku hanyalah pemudi yang berusaha untuk menjadi lebih baik.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Alibi (2)

10 Agustus 2024   16:22 Diperbarui: 10 Agustus 2024   16:23 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Namaku sangat pendek: Zarr.

Pertama. Saat aku lahir, tidak ada yang namanya ibu. Setidaknya begitulah kata ayah. Buku-buku yang ada di rumah menceritakan bahwa seorang anak lahir dari perut ibunya. Namun, entahlah. Mungkin tidak semua. Kata ayah, aku adalah bayi yang muncul begitu saja di depan rumah, menangis kencang, mengalahkan berisiknya suara hujan lebat yang tak kunjung berhenti. 

Kedua. Aku tahu. Saat aku masih kecil, aku tidak suka membaca buku. Aku lebih suka berlarian di taman dengan kaki terlanjang, atau memanjat pohon yang sangat tinggi. Yah, orang-orang bilang kalau fungsi memori otak kita hanya bisa optimal setelah kita berumur 4 tahun, kan? Entah apa yang terjadi, semenjak umur 4 tahun itulah aku tidak boleh ke luar rumah. Membuatku, seiring berjalannya waktu, sangat bergantung pada buku.

Sejujurnya, mengapa?

Apa yang telah terjadi?

Apa yang ada di luar sana?

Ketiga. Ayahku sering bergonta-ganti pekerjaan. Petani, Sopir, Nelayan, sampai pelayan. Aku akui, memang, ayahku multi talenta. Kalau tidak, bagaimana ayah bisa bergonta-ganti bidang pekerjaan? Mungkin, di masa depan ayah bisa menjadi astronot, atau Ilmuan?! Ehm... Meskipun sekarang ayah masihlah tukang kayu yang gajinya bahkan tidak sampai 3 Juta perbulan.

Terakhir. Karena ayahku sibuk bekerja, terkadang, aku mengambil-ambil kesempatan dalam kesempitan. Aku keluar rumah, berkeliling hutan, dan bersiul riang. Aku tahu jadwalnya. Ayah akan berangkat maksimal pukul 8 Pagi dan akan pulang minimal pukul 4 sore. Waktu yang cukup untukku bersenang senang.

Cukup sudah biografi tentangku. Mari kita kembali ke situasi sekarang.

Alibi

"Nama orang?" Gumamku.

Aku melihat sekeliling. Tidak ada orang lain dan tidak ada pula benda lain yang tertinggal kecuali topi ini. Hampir tudak mungkin topi seperti ini digunakan oleh pria. Ini... topi milik wanita.

Aku akhirnya mengambil topi tersebut, lalu meletakkannya di atas bangku kecil yang ada di taman. Daripada dimakan oleh serangga atau sejenisnya, lebih baik begini. 

Sebenarnya, aku cukup penasaran. Aku ingin, sangat-sangat ingin bertemu dengan pemilik topi ini. Manusia lainnya. 

Tapi, itu terlalu... Beresiko. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan jika bertemu dengannya. Dari informasi yang aku dapatkan di buku, jenis manusia tergolong menjadi 2. Baik dan jahat. 

Bagaimana jika aku bertemu dengan yang jahat?

Lagipula, sekarang sudah waktunya aku pulang ke rumah. 

Saat itu, aku tak tahu. Apa yang sudah menantiku di rumah. Dan apa yang mengawasiku sedari tadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun