Aku berteduh di sini lagi. Di bawah Payung Pelangi, entah sudah yang ke berapa kalinya. Mas Dara di sebelahku sedang menuangkan saos dan kecap, kemudian menyerahkan cilok enak itu untukku. Aku tersenyum, berterima kasih.
"Setial kali hujan turun, Neng selalu datang kesini, ya?"
"Iya, Mas. Cilok jualan Mas enak. Tiada tandingannya." Jawabanku membuat Mas Dara tersenyum cerah.
"Jadi, besok-besok Neng juga bakal ke sini?"
"Tentu saja, pakai tanya." Aku menjawabnya dengan candaan. Hanya saja, tawa bukanlah jawaban yang di berikan Mas Dara. Ia hanya tersenyum. Tidak berbicara lebih lanjut.
 Payung pelangi sudah tertata di samping gerobak. Tentu saja, karena hujan sudah reda, aku pergi menuju rumah. Tanpa tahu apa yang bisa saja terjadi esok hari.
***
Hujan turun lagi keesokan harinya. Seperti biasa, uang yang sengaja aku sisihkan akan kubelanjakan di toko Mas Dara.
Aku berlari kecil, menghindari genangan air dan menuju depan gerbang sekolah. Di sana, gerobak putih dengan payung pelangi sudah menungguku untuk datang. Seperti biasanya.
Tapi, yang menungguku di sana bukanlah Mas Dara. Itu orang lain, dengan kumis yang sama sekali bukanlah ciri khas Mas Dara.
"Permisi, Pak. Bapak kenal Mas Dara?"