Mohon tunggu...
agus s
agus s Mohon Tunggu... Freelancer - Literasi

Menulislah Maka Kamu akan Menemukan Cinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mari Belajar Toleransi

14 Agustus 2019   11:49 Diperbarui: 14 Agustus 2019   12:09 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: mediaindonesia.com

Alih-alih untuk membrantas justru mengokohkan kekuatan yang bersemayam dalam dirinya. Untuk itu, kehati-hatian penting dijalankan dalam upaya memotong pergerakan setiap kelompok yang dianggap keluar dalam kerangka kebangsaan.

Penghapusan tersebut juga bisa menjadi indikator penguat intoleransi di masyarakat. Keberadaan yang tidak lagi diakui lambat laut memberikan dorongan kebencian kepada kaum satu dengan kaum lainnya. Lebih-lebih mereka yang tidak sejalan dengan keindonesiaan, justru akan menguatkan tangan untuk tidak mengindahkan keberadaan kelompok lainnya. 

Aliran yang awalnya masih simpang siur menumpangi, justru akan leluasa untuk menyasarnya. Sebabnya tidak lain kebencian yang telah memberikan suatu bentuk keterbukaan pada dirinya.

Siapa pun yang duduk berkuasa di negeri ini harus ingat tentang keberadaanya ibarat guru, sejatinya guru adalah insan terpilih untuk mengajarkan kebaikan pada orang lain. Tidak saja untuk dirinya sendiri tetapi untuk hajat orang banyak. Guru sejatinya mendidik, setiap laku merupakan teladan bagi sang anak. 

Begitu juga dengan pemerintah, memahami bagaimana sejatinya peranan guru dalam negara ini. Memahami saja tidak cukup, ada ruang untuk belajar dan mengaplikasikan dalam setiap kebijakan yang dicetuskan. Sehingga, akan benar-benar menjadi guru yang akan menjadi panutan bagi rakyatnya.

Asimilasi 

Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di masa kejayaan dinobatkan sebagai bapak toleransi. Ini tidak lain karena menyumbangkan berbagai kebijakan yang pro toleransi, sebut saja ketika mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia di tanah Papua. Melalui sikap tersebut kita bisa menikmati jalan indah untuk diresapi dan dinikmati bersama. Duduk bersama, berdialog, dan mencari jalan keluar secara damai. 

Tidak hanya rakyat Papua, tetapi juga dilakukan rakyat Tionghoa di Indonesia. Kelompok minoritas yang diberikan ruang di bumi pertiwi ini untuk mengayam kehidupan. Tidak salah jika Gus Dur disebuat sebagai bapak Tionghoa pada masa itu, bahkan hingga sekarang masih terjadi. 

Dua tindakan tersebut membuka ruang bahwasanya jalan untuk menemukan perdamaian bisa dilakukan secara damai pula. Kekerasan hanya akan menimbulkan kerusakan tidak saja secara materi tetapi juga secara kultul sosial masyarakat.

Asimilasi penting ditekankan untuk mewujudkan tindakan tersebut. Perbedaan dianggap bukan suatu yang harus disingkirkan, tetapi dirangkul bersama untuk semakin merekatkan hubungan. 

Akan muncul sebuah pembaharuan yang memiliki tujuan yang sama. Pemerintah dewasa ini penting untuk berguru apa yang dilakukan bapak toleransi kita (Gus Dur), bagaimna jalan damai dengan merangkul begitu ditekankan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun