Manusia telah melintasi sekian zaman. Manusia selalu bisa mempertahankan keberadaannya sejak zaman purba hingga zaman modern. Berbagai dinamika perkembangan zaman telah dilalui. Manusia semakin berkembang, baik secara akal maupun tindakan.Â
Mereka mulai berinovasi dengan merakit dan membuat sesuatu untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri, baik kebutuhan kelompok maupun kebutuhan pribadi. Semakin ke sini akal manusia semakin berkembang. Akal manusia semakin kreatif dan semakin besar rasa ingin tahunya. Perkembangan akal manusia itulah yang mendorong manusia untuk menciptakan teknologi-teknologi untuk membantu mereka dalam memecahkan masalah sehari-hari. Semakin lama teknologi-teknologi yang dihasilkan pun semakin banyak karena kehidupan manusia semakin hari semakin kompleks, dinamis, dan majemuk. Â Manusia masa kini merupakan manusia yang lebih maju daripada manusia masa sebelumnya.
Inovasi-inovasi dan teknologi-teknologi yang dihasilkan manusia tersebut menimbulkan perubahan-perubahan zaman. Inovasi yang dihasilkan sedikit banyak mempengaruhi aspek-aspek kehidupan manusia. Banyak alat zaman konvensional yang sekarang sudah tidak lagi relevan untuk digunakan. Segala aspek dalam hidup manusia pasti sudah dipengaruhi oleh zaman modern. Semuanya berubah karena kehidupan ini sangat dinamis.Â
Salah satu aspek yang terpengaruh dan berubah adalah aspek interaksi-komunikasi. Â Pada masa konvensional, orang-orang yang hendak berkabar dengan kerabat harus menuliskan sebuah surat lalu dikirimkan kepada kantor pos. Pengiriman tersebut tidak hanya sehari atau dua hari. Pengiriman surat tersebut bisa memakan waktu satu bulan baru bisa diterima oleh kerabat yang dituju.
Berbagai aspek kehidupan telah dimodernisasi. Modernisasi adalah proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang lebih maju, di mana dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Manusia melakukan perubahan-perubahan tersebut untuk menyejahterakan dirinya dan/atau kelompoknya sendiri.Â
Manusia - dengan segala teknologi yang diciptakannya - mulai membangun peradaban baru. Berbagai alat-alat berteknologi tinggi mulai bermunculan 50 tahun belakangan, misalnya komputer, gawai, dan lain-lain. Menurut Hegel, manusia adalah subjek, di mana ia tidak hanya hadir dalam dunia, tetapi manusia hadir secara sadar. Dengan demikian manusia berefleksi, berpikir rasional, dan berpikir kritis secara bebas, sehingga berbagai terobosan baru pun berhasil diciptakan. Pola pikir manusia yang rasional dan kritis semakin ke sini semakin berkembang. Justru hal itu menjadi suatu masalah baru dalam peradaban.
Rasionalisme otak manusia membuat manusia itu sendiri memikirkan, membayangkan, dan memecahkan masalah menggunakan rasio atau akal budi. Semua hal dirasionalisasi, padahal tidak semua hal bisa dirasionalisasi. Misalnya, pertolongan Allah kepada manusia. Menurut Peter L. Berger, modernisasi tidak lebih dari  ideologi untuk menutupi imperialisme, eksploitasi, dan ketergantungan. Pernyataan Peter L. Berger diperkuat oleh bukti bahwa bangsa barat yang mendominasi teknologi mulai menjalin relasi dengan bangsa timur -- yang mereka sebut negara berkembang. Semua hal dihubungkan dengan rasio.
Rasionalisme manusia semakin ke sini semakin berkembang. Manusia menjadi subjek modernisasi itu sendiri. Menurut Hegel, manusia tidak hanya hadir di dunia, tetapi hadir secara sadar, berefleksi, dan berpikir kritis secara bebas. Perkembangan pola pikir manusia yang kian berkembang itu menjadi suatu masalah tersendiri. Setidaknya ada dua masalah besar yang berpengaruh langsung ke dimensi pikir dan karakter manusia, yaitu kedangkalan pola pikir dan  karakter individualisme. Kelahiran modernisasi membuka pintu informasi dengan lebih lebar. Informasi-informasi dari berbagai jenis dan kategori itu pun tumpah ruah di media-media massa.Â
Sekarang ini suatu informasi dipandang karena muncul ke khalayak dengan cepat. Padahal belum tentu informasi yang cepat tersebar itu mengandung kebenaran. Manusia berlomba-lomba menjadi yang pertama dalam menyebarkan berita, tanpa menyaring informasi tersebut terlebih dahulu. Selain itu, manusia sering terlibat perkelahian yang tidak penting dengan sesamanya karena suatu informasi yang tidak benar. Sedangkal itu pola pikir manusia era modernisasi.
Masalah yang kedua adalah individualisme. Istilah individualisme pertama kali digunakan oleh seorang penyintas Revolusi Prancis bernama Alexis de Tocqueville. Menurut de Tocueville, individulisme adalah terisolasinya individu dari masyarakat. Terisolasi di sini berarti manusia itu hanya berkutat pada dirinya sendiri, memandang sesuatu secara egosentris, dan hanya memikirkan dirinya sendiri. Konteks Revolusi Prancis dari de Tocqueville rasa-rasanya masih relevan dengan konteks masa sekarang.
Hadirnya teknologi komunikasi menjadi suatu belenggu tersendiri bagi manusia. Sekarang manusia fokus pada gawai atau laptop masing-masing. Gawai atau laptop rasa-rasanya sudah menjadi dunianya manusia. Manusia menjadi tidak peduli pada apa yang terjadi di sekitarnya, karena ia hanya fokus pada dirinya. Konsep kerja sama juga mulai ditinggalkan oleh manusia sekarang, karena mereka merasa lebih nyaman melakukan pekerjaannya seorang diri. Â Â
Semakin maraknya individualisme dan kedangkalan pola pikir manusia menjadi keprihatinan bersama. Masalah-masalah yang menyasar pola pikir dan karakter manusia rasa-rasanya sangat berbahaya, karena segala inovasi, motivasi, dan aksi berasal dari pola pikir dan karakter.
Apabila pola pikir dan karakter tersebut sudah mulai rusak, maka inovasi, motivasi, dan aksi yang ada dapat menimbulkan masalah baru. Maka dari itu pembinaan rohani di masa modern sungguh dibutuhkan. Pembinaan rohani berfokus pada pembinaan dimensi pikir manusia yang menyasar kepercayaan, pola pikir, dan karakter. Salah satu cara terbaik untuk melawan masalah pola pikir dan karakter yang disebabkan oleh modernisasi adalah pembinaan rohani. Hal itu jelas, karena pembinaan rohani langsung menyasar ke dimensi "dalam" manusia, seperti kepercayaan, pola pikir, dan karakter manusia.
Setidaknya ada dua tradisi seminari yang sangat tepat untuk diterapkan guna melawan arus indiviualisme dan kedangkalan pola pikir manusia. Kedua tradisi berikut masih jarang dilakukan di tempat-tempat lain. Tradisi yang pertama adalah refleksi. Seminari mengajarkan kepada para seminaris untuk berefleksi. Kegiatan berefleksi adalah kegiatan menarik diri dari kesibukan, lalu menuliskan satu pengalaman selama sehari yang dirasa mengesan (bisa berupa pengalaman menyenangkan, menyedihkan, mengecewakan, membuat marah, dan lain-lain).Â
Berefleksi bukan hanya menulis pengalaman mengesan selama sehari, tetapi menggali sebab, lalu mengambil makna dari sana. Seminaris secara tidak langsung dituntut untuk melihat sebuah pengalaman dari sudut pandang lain.
Dengan begitu, seminaris menjadi pribadi yang kritis dan mendalam, karena ia tidak menilai sebuah pengalaman dari apa yang terlihat secara langsung, tetapi mencoba menggali lebih dalam pengalaman tersebut, sehingga dapat meminimalisasi fenomena kedangkalan. Tradisi refleksi membantu seseorang untuk menyadari bahwa ia bukan yang satu-satunya, ada Allah dan orang lain yang hadir secara nyata dalam hidupnya. Â Dengan begitu, manusia akan menyadari identitasnya sebagai makhluk sosial, yang bergantung pada manusia lainnya.
Tradisi seminari yang kedua adalah meditasi. Meditasi menjadi salah satu sarana untuk menjadi sadar. Meditasi merupakan kegiatan di mana seluruh tubuh dalam suasana hening. Meditasi melatih orang untuk menjadi sadar pada dirinya sendiri. Saat bermeditasi, tak jarang orang merasakan gejolak-gejolak batin yang muncul di batinnya.Â
Meditasi mengajak orang untuk mengamati gerak-gerak batin tersebut. Ada suatu hukum dalam meditasi, yaitu jangan melawan apapun. Jangan melawan rasa gatal, jangan melawan rasa pegal, jangan melawan perasaan marah, dan sebagainya. Jangan dilawan, biarkan dan diamati saja. Meditasi mengajak orang untuk sadar, baik sadar akan perasaannya dan sadar akan perbuatannya. Lama kelamaan orang akan melakukan, mempertimbangkan, dan memutuskan sesuatu dengan kesadaran penuh. Hal ini dapat meminimalisasi kedangkalan pola pikir manusia. Seringkali orang mengolah suatu informasi secara mentah-mentah dan dalam suasana yang "tidak sadar".
Modernisasi menjadi suatu produk dari betapa kuatnya kekuatan rasio manusia. Rasio manusia yang mudah sekali berkembang menciptakan berbagai inovasi yang akhirnya menciptakan peradaban baru. Rasio manusia tetaplah milik manusia, yang tidak sempurna. Segala inovasi yang dihasilkan dapat menimbulkan masalah baru bagi manusia, misalnya fenomena individualisme dan fenomena kedangkalan pola pikir manusia. Dua masalah tersebut jelas menyasar pada dimensi pikir dan karakter manusia.Â
Dimensi pikir dan karaktrer manusia menjadi bagian yang vital, karena segala inovasi, motivasi, dan aksi manusia berasal dari dimensi ini. Apabila dimensi tersebut rusak, maka bisa diprediksi apa yang dapat terjadi selanjutnya. Di tengah arus modernisasi yang begitu kencang dan deras, pembinaan rohani menjadi sesuatu yang sangat penting, karena pembinaan rohani langsung menyasar pada dimensi pikir dan karakter manusia.Â
Ada dua tradisi seminari yang dirasa cocok untuk meminimalisasi fenomena individualisme dan kedangkalan pola pikir manusia, yaitu tradisi refleksi dan tradisi meditasi. Masalah dimensi pikir dan karakter manusia yang ditimbulkan oleh modernisasi menjadi suatu keprihatinan bersama. Maka dari itu, pembinaan rohani menjadi sesuatu yang sangat penting untuk menyikapi masalah-masalah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Rosana. E. 2011. Modernisasi dan Perubahan Sosial. 33-37.
Effendy, O. U. 2005. Komunikasi dan Modernisasi. Bandung: Mandar Maju.
Boudrillard, J. P. 2004. Masyarakat Konsumsi. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H