Mohon tunggu...
Ahmad Fauzi
Ahmad Fauzi Mohon Tunggu... Dosen - Senyum dan semangat

Step by step

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengenal Zuhud di Era Modern

2 November 2017   19:27 Diperbarui: 2 November 2017   19:33 8276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika manusia mampu menyeimbangkan kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat, mengambil secukupnya dan tidak terpukau oleh gemerlapnya dunia meski dunia berada di tangannya, maka dialah yang disebut dengan Zuhud di Era Modern. Hal itu semakin di tegaskan oleh Amin Syukur,yang berpandangan bahwa praktik zuhud tidak mesti selalu identik dengan kefakiran. Seorang zuhud bisa dari kalangan milyuner selama harta baginya tidak menjadi penghalang untuk mendekatkan diri pada Allah SWT. 

Lebih lanjut Amin Syukur mengatakan bahwa zuhud tidak berarti pasif dan eksklusif menarik diri dari aktivitas duniawi seperti tidak mau berusaha dan bekerja keras, karena Islam mengajarkan untuk menjadikan dunia sebagai sawah ladang untuk akhirat. (2004 : 4)

Dalam konteks ini, penulis melihat bahwa subtansi Zahid (Orang yang zuhud) terletak pada kuatnya penghambaan dirinya kepada Allah SWT. Artinya Zahid bisa saja kita temukan pada semua elemen masyarakat Modern dari berbagai strata social, strata pendidkan maupun profesi yang sedang di gelutinya. Maka Zahid di era Modern bisa saja berasal kalangan kiyai hingga kalangan kaum berdasi selama dengan semua yang dimilikinya itu semakin mendekatkan dirinya kepada Allah SWT.

Pandangan yang memperkuat muncul dari seorang Ibnu Taimiyah yang mengatakan bahwa kezuhudan tidaklah identik dengan kemalasan, kelemahan, ketidakberdayaan, dan hilangnya peran serta seorang hamba dalam kehidupan (Majmu' al-Fatawa, 10 : 617). Pandangan ini berarti menolak anggapan bahwa sikap zuhuds elalu apriori terhadap dunia. Karena dunia menurut anggapan mereka tidak akan menyelamatkan dirinya di akhirat.

Karena itu, berangkat dari pandangan tersebut di atas, bila di tarik benang merah dari pemahaman kebalikannya (mafhum mukholafah) nya, maka dapat penulis simpulkan bahwa zuhud di era Modern adalah mereka yang bekerja keras memperoleh dan memanfaatkan dunia tetapi tidak sampai pada level mencintai dunia (Hubb Al-Dunya).  Seorang Zahid hanya mengambil dunia secukupnya tetapi tidak sampai mencintai layaknya kecintaan orang kafir terhadap dunia (Amin Syukur, 1997 : 180) sebagaimana digambarkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya :

Artinya, : "Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan". (Q.S. Al-Fajr : 20)

Zahid di era Modern tetap hidup sederhana meskipun ia mampu bermewah-mewahan ditengah kehidupan yang serba hedonis. Ia berpakaian layaknyamanusia Modern pada umumnya. Pakaian yang ia kenakan tidak mewah tetapi juga tidak kusam dan lusuh. Ia juga tidak rakus, dan sama sekali tidak memiliki keinginan yang berlebihan terhadap materi. Karena seorang zuhud tidak gembira dengan mendapatkan dunia dan tidak juga bersedih karena kehilangan dunia. 

Mengenai hal ini Sufyan Ats-Tsaury mengatakan bahwa zuhud di dunia tidak mengumbar harapan, tidak makan sesuatu yang kering dan mengenakan pakaian yang tidak bagus. Orang yang zuhud tidak gembira karena mendapatkan dunia dan tidak sedih karena kehilangan dunia. (Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah,1988 : 11)

Dengan demikian, zuhud di era Modern adalah mereka yang mampu menciptakan keseimbangan antara kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat. Ia sama sekali tidak gembira karena mendapatkan dunia dan tidak bersedih karena kehilangan dunia. Zuhud di era Modern bisa di temukan pada kalangan kiyai hingga kalangan kaum berdasi selama dengan semua yang dimilikinya itu semakin mendekatkan dirinya kepada Allah SWT dan dunia baginya hanyalah ladang amal untuk kehidupan akhirat.

Penulis : Dosen Univ Islam As-Syafiiyah/Aktivis Persatuan Guru Nahdlatul Ulama /Anggota Himpunan Pengusaha Nahdliyin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun