Mohon tunggu...
maya gustiani
maya gustiani Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pengemis dalam Sudut Pandang Sosiologi

10 Januari 2016   10:37 Diperbarui: 10 Januari 2016   11:45 778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kehidupan sehari-hari kita tinggal dalam sebuah lingkungan masyarakat dengan pelbagai bentuk pola hubungan sosial, baik yang bersifat norma sosial ataupun aturan-aturan sosial yang dikodifikasi menjadi aturan khusus yang apabila dilanggar menjadi sangsi tersendiri. Pemandangan sehari-hari dalam kehidupan sosial tentunya banyak kita temukan dalam konteks interaksi sosial dimana pada dasarnya manusia akan selalu membutuhkan manusia lainnya dalam mempertahankan kehidupannya. 

Satu hal yang paling sering kita jumpai adalah bagaimana prilaku-prilaku masayarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar hidup melalui beberapa tahapan, diantaranya melalui saling menggantungkannya Produsen dan Konsumen, Pekerja dan Pengusaha, Buruh dan Majikan, dan pola pola lainnya dalam aspek mendapatkan penghasilan sebagai salah satu syarat dalam mendapatkan kebutuhan sandang dan pangan yang memadai.

Latar Belakang Masalah

Dalam kesempatan ini penulis akan mencoba memberikan sudut pandang terhadap salah satu gejala sosial yang merupakan prilaku anomali yang sering kita jumpai saat ini adalah Pengemis yang menjadi kerangka pembahasan yang menarik kita kupas secara komperhensif tentang apa yang menyebabkan sebagaian kecil masyarakat memilih menjadi pengemis dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Memang terlalu klasik apabila dasar kita menilai penyebab prilaku mengemis itu disebabkan oleh keterbatasan ekonomi, atau tingkat pendidikan yang rendah.

Meskipun jawaban keterbatasan ekonomi dan pendidikan menajdi jawaban klise bagi setiap penilitian , namun perlu kita juga seksama beberapa peneyebab external yang menjadi maraknya prilaku meminta-meminta di berbagai daerah Indonesia. Penulis menilai peran negara sangat memiliki peran penting dalam menciptakan hal tersebut.

Di sini penulis mendapat informasi dari beberapa survey yang dilakukan di salah satu tempat di kota jakarta. Di mana dalam rantai operasi mengemis, ternyata ada sistem pembagian ” jatah” jam kerja. Jatah jam kerja ini dibagi menjadi 2 sesi. Setiap sesi rata-rata sekitar 9 jam. Sesi pertama dari pukul 6 pagi sampai pukul 3 siang. Kemudian dari pukul 3 siang sampai pukul 11 malam.

Namun pembagian sistem jam kerja ini tidak bersifat mutlak. Hal ini tergantung dari kesepakatan masing-masing pengemis. Dan kebetulan Ibu pengemis ini sedang mendapat sesi pertama. Dalam setiap operasi kerjanya, rata-rata para pengemis ini minimal dapat mengantongi uang sebanyak 20.000-30.000 rupiah dalam setiap kerjanya. Para pengemis ini biasa tidur dibawah kolong jembatan Grogol. Namun ada juga yang mengontrak rumah.

Terlepas dari realitas informasi yang penulis dapatkan tentang para pengemis ini. Secara sosiologi makro. Penulis berasumsi bahwa apa yang mereka lakukan berkaitan dengan peran negara yang tidak maksimal. Eksklusi sosial terjadi kepada para pengemis ini. Dengan demikian, latar belakang yang membuat mereka mengemis bukan semata mengemis lebih menguntungkan daripada bekerja menjadi buruh pabrik atau berdagang. Tapi masalah sosial ini terletak pada tataran konsistensi regulasi pemerintah sendiri dalam merealisasikan amanah UUD 1945 dan turunannya.

Peran negara terhadap masalah pengemis

Salah satu fakar sosiologi menyatakan keterbelakangan pengemis terjadi akibat permasalahan pada struktural. Struktural yang dimaksud penulis adalah peran atau fungsi negara. Kita ketahui dalam konstitusi peran negara yaitu menjamin kesejahteraan rakyatnya. Namun kenyataannya, amanah konstitusi ini tidak sesuai dengan das sollen. Pada kasus di atas, mereka menjadi pengemis karena akses pekerjaan yang sulit, ketrampilan yang minim, dan latar belakang pendidikan yang rendah. Ini terjadi akibat kurangnya peran negara dalam memberikan akses kepada mereka.

Menurut ketentuan Undang-Undang Dasar 1945. Tujuan perjuangan bangsa Indonesia adalah mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Langkah utama untuk mencapai tujuan itu adalah pelaksanaan keadilan sosial. Keadilan sosial mewajibkan masyarakat termasuk negara demi terwujudnya kesejahteraan untuk membagi beban dan manfaat kepada para warga negara secara proporsional. Di sini negara membantu anggota masyarakat secara proporsional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun