Perbincangan mengenai Gen-Z selalu menjadi topik hangat dari berbagai kalangan atau generasi. Alasannya cukup sepele, yaitu Generasi 2000-an atau akrab disapa Gen-Z terkenal dengan sikap berlebihannya bahkan terkadang dianggap sebagai generasi bermental lemah. Namun, tahukah kita semua apa yang membuat perbedaan besar terhadap pemikiran Gen-Z dan generasi diatasnya berbeda? Ya, itu adalah perkembangan masyarakat dunia dan kecanggihan teknologi.
Pengetahuan dan kecanggihan teknologi membawa hal-hal baru kepada Generasi-Z ini sehingga mereka tak sedikit pula membawa pengetahuan mereka kepada lingkungan sosial hingga keluarga mereka. Namun, hal ini membawa stereotype seperti diatas. Mengulas alasan mengapa stereotype itu terkenal dan berkembang adalah mobilitas masyarakat di dunia yang berkembang dengan sangat cepat dan dalam waktu yang singkat sehingga tidak semua orang maupun kalangan mampu mengikuti mobilitas tersebut.
Ada banyak hal yang terjadi selama beberapa dekade terakhir, perkembangan teknologi yang pesat membuat manusia mau tak mau diharuskan menjadi sosok yang jauh lebih fleksibel dan mampu mengikuti perubahan zaman. Namun semua itu bukanlah hal yang mudah. Segala keterbatasan dan ketidaktersediaan akan segalanya membuat manusia turut kesulitan dalam menghadapi perubahan zaman.
Perubahan zaman mengharuskan pelaku dibaliknya harus memahami teknologi dan perkembangan edukasi yang jauh dari apa yang mereka terima sebelumnya. Beberapa manusia berhasil mengikuti perkembangan zaman dengan baik dan beberapa diantaranya mengalami ketertinggalan mobilisasi yang cukup parah sehingga mereka sulit untuk belajar dan menerima hal baru.
Salah satunya adalah mudahnya informasi didapatkan dari berbagai sumber dan penggunaan teknologi dan perkembangan teknologi yang sangat pesat. Hal ini lantas membuat manusia dari generasi ke generasi berusaha untuk menerima dan mempelajari teknologi. Terutama Generasi 2000-an atau yang dikenal sebagai Gen-Z.
Gen-Z hadir ditengah perpindahan manusia menggunakan telfon genggam ke handphone dengan layer sentuh. Pada perpindahan teknologi lama ke teknologi yang dianggap lebih canggih ini acap kali berdampak juga kepada Gen-Z itu sendiri. Salah satunya seperti diberi ponsel pintar oleh orangtuanya sebagai perwakilan dari mereka dalam penggunaan teknologi dengan baik.
Nah, inilah alasan kenapa Gen-Z sering dianggap problematik seperti, merasa harus menyenangi diri mereka dengan kosa kata baru (Healing, Self-reward, etc) juga dianggap Gen dimana anak-anaknya bermental lemah dan cengeng.
Padahal faktanya, didalam tabel dibawah ini menjelaskan perbedaan karakteristik antara tiga generasi, yaitu Generasi Tradisional, Baby Boomer, Gen-X, Gen-Y dan Gen-Z:
Dalam wawancara yang dilakukan mengenai persepsi orang-orang terhadap pola pikir Gen-Z dimasyarakat, jawaban yang paling sering keluar adalah bahwasanya Generasi Z adalah Generasi Digital, yang mana mobilitas masyarakat dan kecanggihan teknologi melaju pesat dan mengharuskan setiap kalangan manusia mau tidak mau harus segera beradaptasi atau tertinggal.
Hasil dari wawancara tersebut membuktikan perkataan dari salah satu ahli yang menyebutkan bahwa Generasi 2000an tidak bermental secengeng itu. Namun keadaan dan mobilitas manusia yang begitu cepat juga sempat membuat mereka kebingungan. Dimulai dari naiknya pelajaran mengenai parenting yang baik dan benar, kemudian disusul oleh sex education juga cepatnya informasi yang dapat mereka akses.
Generasi 2000an memasuk usia 20an tahun ini. Usia dimana sebenarnya sangat rentan akan tekanan dan stress. Mengapa demikian? Karena pada usia ini mulai masuk tekanan dari seseorang yang jauh berbeda generasi darinya juga tentang bagaimana mereka akan menghadapi kehidupan karena mudahnya informasi diterima, mereka jadi tahu banyaknya pengangguran dan betapa sulitnya mencari pekerjaan.
Hal ini membuat mereka menjadi jauh lebih ambisius dan egosentris. Sedari kecil mereka dituntut untuk mempelajari 10 hingga 18 mata pelajaran dan diharuskan bisa pada semua pelajaran. Hal ini ternyata menyebabkan mereka tidak bisa fokus akan satu hal. Baiknya, darisitu mereka mampu dan mumpuni menjadi multitasking. Dari jawaban wawancara yang telah dikumpulkan, mereka mudah untuk mendapatkan segala sesuatu termasuk berita dan informasi hanya melalui ponsel pintar. Tapi semua hal pasti ada dampak baik dan buruknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H