Keberadaan banten Buratwangi Lengewangi difungsikan sebagai bentuk korban suci, sarana pengampunan, penyupatan/pengeruat, dan sarana penyucian. Sebagai pengeruat, banten Buratwangi Lengewangi berfungsi menetralisir atau menormalisasikan kembali ketidak seimbangan manusia terhadap Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Suparman, 2015).Â
Pada upacara nyambutan atau upacara yang ditujukan untuk bayi berumur tiga bulan wuku atau 105 hari, umat hindu menggunakan banten parayascita yang berupa banten berbentuk bundar dari janur kelapa gading dengan dilengkapi beberapa unsur banten (Ratini, 2019). Beberapa unsur banten parayascita, diantaranya sorohan alit, penyeneng, sampaian Padma, sampaian nagasari, dll (Ratini, 2019). Banten parayascita merupakan simbol penyucian untuk mencapai keselamatan, kesejahteraan, dan kebahagiaan hidup. Dengan menggunakan banten parayascita sebagai sarana persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi, umat hindu percaya bayi yang berumur tiga bulan dan orang -- orang di sekitarnya akan mendapatkan keselamatan, kesejahteraan, dan kebahagiaan hidup.
Dari pembahasan beberapa jenis banten yang dipersembahkan oleh umat hindu, dapat disimpulkan bahwa jenis banten yang dipersembahkan bersifat beragam dan memiliki fungsinya masing -- masing. Dalam melaksanakan tradisi atau ritual, umat hindu mengacu pada tiga kerangka dasar, yaitu tatwa, etika, dan upacara. Upacara atau ritual merupakan ajaran rela berkorban guna memelihara kehidupan manusia. Dengan adanya banten sebagai salah satu bentuk saran upacara dapat memberikan berbagai pembelajaran bagi umat hindu yang tentunya berguna untuk memelihara kehidupan dan menjadikannya lebih baik. Keberadaan banten di agama hindu yang dimaknai sebagai bentuk yadnya atau persembahan kepada Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi memberikan berbagai pembelajaran bagi umatnya.Â
Dalam mempersiapkan banten sebagai sarana upacara, setiap umat diajarkan untuk dapat bekerja dengan sabar dan berhati -- hati karena setiap banten memiliki bentuk dan keragamannya masing -- masing. Umat yang sudah terlatih dalam mempersiapkan banten akan terlatih pula dalam kehidupan sehari -- hari untuk menjadi manusia yang sabar dan berhati -- hati dalam bertindak.Â
Dalam mempersembahkan atau menghaturkan banten kepada Ida Sang Hyang Widhi dan makhluk ciptaanNya, umat hindu harus melaksanakannya secara tulus dan ikhlas. Dengan ketulusikhlasan tersebut, dipercaya dapat memberikan timbal balik yang baik untuk kehidupan umatnya. Dengan mempersembahkan banten secara tulus ikhlas, maka umat hindu akan terbiasa melakukan setiap pekerjaan dengan tulus dan ikhlas.Â
Dalam kehidupan sosial, manusia melakukan interaksi dengan manusia di sekitarnya. Oleh karena itu, kebiasaan melakukan tulus ikhlas dalam mempersembahkan banten jika dikaitkan dengan perilaku kehidupan sehari -- hari, tentunya akan membawa dampak positif untuk kehidupan manusia. Setiap orang yang melakukan tindakan tulus ikhlas akan mendapatkan timbal balik yang setimpal.
Persembahan banten kehadapan tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi dapat memperkuat ikatan spiritual umat Hindu dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Sebagai umat yang mempercayai kekuatan dan keajaiban yang diberikan tuhan kepada umatnya akan dapat memahami pentingnya banten dalam melakukan tradisi atau persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dengan menggunakan banten sebagai sarana persembahan akan menjadi jembatan komunikasi antara manusia atau umat hindu dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.Â
Pemahaman umat terhadap eksistensi banten dalam kehidupan umat beragama juga akan berdampak pada keseimbangan alam. Keseimbangan alam akan menciptakan keharmonisan hidup antara manusia dengan tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam. Karena tiga faktor keharmonisan hidup manusia adalah tuhan, manusia, dan alam atau lingkungan. Dalam ajaran agama hindu disebut dengan Tri Hita Karana.
DAFTAR PUSTAKA
Humaeni, A. Dkk. (2021). Sesajen: Menelusuri Makna dan Akar Tradisi Sesajen Masyarakat Muslim Banten dan Masyarakat Hindu di Bali. Ciceri Serang Banten. LP2M UIN SMH Banten
Ratini, N.M. 2019. Makna Banten Parayascita Dalam Upacara Nyambutan. Belom Bahadat: Junal Hukum Agama Hindu. 7(2).