Mohon tunggu...
Gusti Imam Nugroho
Gusti Imam Nugroho Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Gusti Imam Nugroho adalah Mahasiswa Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, Ia juga berprofesi sebagai Guru disalah satu sekolah di DKI Jakarta. Dalam hal ini Gusti Imam Nugroho pernah memiliki pengalaman dalam Bidang Organisasi Kemahasiswaan didalam Kampus, Ia pernah menjadi Anggota Organisasi Internal Kampus di Universitas Indraprasta PGRI. dan ia juga pernah menjadi Anggota Organisasi Extra Kampus yaitu Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Dalam hal ini beliau adalah mahasiswa yang sangat Aktif ketika dikampus atau pun ranah kehidupan sosial.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perempuan Selalu Menjadi Objek Pelecehan Seksual dan Penganiayaan

8 November 2024   22:57 Diperbarui: 9 November 2024   01:28 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perempuan selalu menjadi objek penganiayaan dan pelecehan seksual---sebuah kenyataan pahit yang mencerminkan ketidakadilan dan ketimpangan gender yang telah berlangsung lama dalam masyarakat kita. Dalam banyak budaya dan masyarakat, perempuan kerap kali ditempatkan pada posisi yang lebih rendah, baik secara fisik, sosial, maupun ekonomi. 

Meskipun kesetaraan gender telah menjadi salah satu topik utama dalam diskursus global, realitasnya adalah bahwa perempuan masih menghadapi kekerasan dan pelecehan seksual secara sistematis, dengan cara-cara yang beragam dan terus berkembang.

Fenomena ini dapat dilihat sebagai hasil dari sejarah panjang ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan. Dalam masyarakat patriarkal, yang masih banyak ditemui di berbagai belahan dunia, peran perempuan seringkali dibatasi pada ruang domestik, dan suara serta pilihan mereka di luar rumah sering kali tidak dihargai atau dianggap kurang penting. Secara sosial dan budaya, perempuan sering dipandang sebagai objek yang dapat dikontrol, diperlakukan sesuka hati, dan bahkan menjadi sasaran kekerasan.

Kekerasan terhadap perempuan, baik dalam bentuk fisik, emosional, atau seksual, telah menjadi masalah yang mengakar dalam masyarakat. Pelecehan seksual, misalnya, terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari perbuatan tidak senonoh di ruang publik, pelecehan verbal di tempat kerja, hingga pemerkosaan yang dilakukan dalam hubungan intim atau pernikahan. Pelecehan seksual ini tidak hanya mengancam keselamatan fisik perempuan, tetapi juga merusak martabat dan psikologis mereka.

Salah satu faktor utama yang membuat perempuan sering kali menjadi sasaran kekerasan adalah ketidaksetaraan kekuasaan.

Dalam banyak situasi, pelaku kekerasan---baik itu kekerasan domestik, kekerasan seksual, atau pelecehan lainnya---sering kali adalah orang yang memiliki posisi dominan atau lebih kuat secara sosial, ekonomi, atau fisik. Ketika perempuan berada dalam posisi yang lebih lemah atau lebih rentan, mereka cenderung tidak memiliki kekuatan untuk membela diri. Ini sering kali diperburuk dengan norma-norma sosial yang menekan perempuan untuk "tahan" atau "menerima" ketidakadilan demi menjaga kehormatan keluarga atau masyarakat.

Pelecehan Seksual sebagai Wujud Ketidaksetaraan

Pelecehan seksual adalah salah satu bentuk penganiayaan yang paling sering dialami perempuan. Kekerasan seksual, baik berupa pelecehan verbal maupun fisik, sering kali dianggap sebagai "hal biasa" atau "bagian dari kehidupan perempuan", terutama di tempat-tempat yang penuh dengan diskriminasi gender. Di tempat kerja, misalnya, banyak perempuan yang harus menghadapi godaan atau komentar seksual yang tidak diinginkan dari rekan kerja atau atasan mereka, namun merasa terperangkap karena takut kehilangan pekerjaan atau reputasi.

Dalam banyak kasus, perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual sering kali merasa tidak punya pilihan selain diam atau menerima perlakuan tersebut. Ini bisa terjadi karena mereka merasa takut diabaikan, tidak dipercaya, atau bahkan dikambinghitamkan oleh pihak yang berwenang atau oleh masyarakat sekitar. Dalam beberapa kasus ekstrem, bahkan pihak berwenang atau lembaga hukum dapat memperburuk keadaan dengan menganggap enteng laporan pelecehan seksual atau dengan menyalahkan korban.

Di dunia maya, perempuan juga tidak luput dari pelecehan seksual. Dengan adanya platform media sosial yang memberi ruang anonim, banyak perempuan yang mengalami pelecehan dalam bentuk pesan seksual, pengancaman, atau bahkan penyebaran foto-foto pribadi mereka tanpa izin. Dalam konteks ini, pelecehan seksual bukan hanya masalah yang terjadi di ruang fisik, tetapi juga di dunia maya yang semakin merambah kehidupan sehari-hari kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun