Di antara papan tulis dan ruang sempit,
Guru berdiri, tegak meski sering terhimpit,
Kata-kata yang dilontarkan tak selalu dihargai,
Namun ia tetap mengajarkan meski suaranya dibungkam, ditimpa gelap.
Di balik kaca jendela yang retak,
Mimpi-mimpi tak seindah yang diharapkan,
Pendidikan yang sejatinya cahaya
Terkadang diselubungi kabut ketidakadilan.
Ia mendidik dengan hati penuh luka,
Tapi dunia hanya memandangnya sepi,
Menganggapnya hanya alat untuk angka,
Bukan jiwa yang berusaha membentuk generasi.
Berapa kali ia diabaikan?
Berapa kali suara itu dibungkam?
Dalam diam, ia terus memberi,
Meskipun tangannya tidak selalu diberi penghargaan.
Namun di dalam dirinya,
Ada api yang tak pernah padam,
Meskipun tiada yang mendengar,
Ia akan terus mengajar, terus berbicara,
Walau hanya bayangannya yang meresap di hati.
Guru, engkau yang tak terlihat,
Namun terus memberi tanpa henti,
Kau tetap berjuang meski tertindas,
Karena pendidikan adalah hak setiap insan,
Dan kau percaya, suatu saat nanti
Akan ada yang bangkit dari kegelapan.
Tetaplah berdiri, meski dunia tak memberi,
Karena sejati-jiwa adalah mereka yang memberi
Tanpa mengharap kembali.
Jakarta_05_November_2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H