Di dalam jeruji besi yang kelam,
Perempuan-perempuan terpenjara tanpa bicara,Â
Tak ada pengadilan, tak ada keadilan,Â
Mereka sunyi, sepi dalam gelap gurita.
Dinding-dinding besi menyaksikan penderitaan,Â
Hatinya beku, merindukan kebebasan yang hilang,Â
Dalam keheningan, terdengar getar getir,Â
Sebuah kisah pilu, derita yang terpendam.
Matahari tak lagi menyapa melalui jendela,Â
Hanya bayang-bayang kesedihan yang meliputi,Â
Pecutan menghunjam tubuhnya yang letih,Â
Perempuan-perempuan itu tersimpuh, tanpa daya.
Bunga-bunga kebebasan layu di tangan mereka,Â
Harapan terkekang oleh besi yang dingin,Â
Namun, di dalam hati yang rapuh,Â
Mereka tetap merintih, merayu pada keadilan.
Apakah ini takdir yang mereka tuliskan sendiri?
Atau ketidakadilan sistem yang membungkam suara?
Jeruji besi melilit erat, namun semangat tak terkalahkan,Â
Perempuan-perempuan itu tetap berdiri, meski dalam kegelapan.
Biarkan cahaya keadilan menyinari sel-sel mereka,Â
Biarkan kebebasan mengalir seperti sungai,Â
Agar jeruji besi tak lagi merenggut mimpi,Â
Perempuan-perempuan itu akan bersinar, bebas dari belenggu.
Jakarta,17 November 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H