Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ternyata Konco-konco "Koppig" Masih Banyak

2 Januari 2016   17:30 Diperbarui: 3 Januari 2016   13:26 2678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Apa itu koppig? (Sumber: dokpri)"][/caption]Tatkala kata “koppig” terekam pada transkrip “papa minta saham”, terus terang saya merasa terperanjat. Saya berasumsi bahwa kata Belanda ini sudah punah dimakan zaman dan tidak ada orang Indonesia yang mengenalinya apalagi memakainya. Jadi pada saat kata “koppig” ini muncul dalam wacana perbincangan Setya Novanto – Ma'roef Sjamsuddin – Reza Chalid, saya jadi terpikir untuk menelusuri kata-kata Belanda yang masih kita pakai sekurang-kurangnya dalam bahasa lisan (oral). Seperti kita ketahui bersama banyak sekali kata-kata Belanda yang kita serap ke dalam bahasa Indonesia dan dengan begitu resmi menjadi kosakata Indonesia.

Jumlahnya sekitar lima persen dari perbendaharaan kata yang ada di KBBI. Namun ternyata di luar itu, masih cukup banyak kata-kata Belanda yang tidak terserap dalam KBBI, namun masih hidup dipakai dalam wacana lisan masyarakat kita, contohnya seperti “koppig” tadi. Sekadar untuk mejelaskan makna dari “koppig” - meskipun pasti sudah dimafhumi mengingat begitu hebohnya kasus ini - yaitu berarti “keras kepala” atau “kepala batu”.

Sedikit membahas perihal “koppig” dia berasal dari kata “kop” yang bermakna “kepala”. Dengan diberi akhiran “-ig” dia membentuk kata sifat (ajektiva), seperti pada kata “handig” (hand = tangan, handig = terampil), “gelukkig” (geluk = kemujuran, gelukkig = mujur) dsb. Dari kata “kop” ini, kita mengenal kata “kopstuk” alias “kepala surat” yaitu nama resmi institusi yang diletakkan di bagian atas kertas surat. Dari kata ini, kita juga mengenal istilah olahraga “kopbal” (kop = kepala, bal = bola) yaitu sundulan kepala pada bola yang melambung pada permainan sepakbola. Pun kita mengenal istilah olahraga lainnya “koprol” (kop = kepala, rol = berputar) yaitu gerakan jungkir balik dengan menggunakan kepala sebagai tumpuannya.

Bagaimana dengan istilah-istilah Belanda lainnya yang secara tak kita sadari masih mewarnai wacana lisan kita? Dalam ranah kesehatan, orang masih sering menggunakan istilah Belanda “aambeien” (wasir), “aanval” (artinya ‘serangan’, namun acap kita pakai untuk merujuk pada ‘serangan jantung’ atau ‘serangan penyakit’), “vlek” (bercak darah), “spuit” (tabung jarum suntik), “kruk” (tongkat penyangga penderita lumpuh kaki), “doek” (kain pembalut orang sakit), “been” (kaki atau tungkai bawah) seperti pada istilah “O been” (kaki berbentuk O) dan “X been” (kaki berbentuk X), “kramp” (kejang), “stuip” (dilafalkan dengan ‘step’ yang bermakna ‘kejang otak’), “persen” (artinya ‘mengejan’ pada wanita hamil yang akan melahirkan), “spier” (otot), “minderheidscompleks” (yang kita sering ucapkan dengan ‘minder’ alias ‘perasaan rendah diri’), “maag” (lambung), “nier” (ginjal), “amandel” (tonsil), “handschoen” (sarung tangan), “beugel” (sering diucapkan dengan ‘behel’ atau ‘kawat gigi), “bezoek” (artinya ‘kunjungan’ namun kita mengkhususkan pada ‘kunjungan di rumah sakit/penjara), “hechting” (penjahitan pada luka sayat), “verband” (yang kita serap menjadi ‘perban’), “visite” (yang dalam wacana kita dimaknai dengan ‘kunjungan dokter selama dirawat mondok), “doorlichting” (foto rontgen), “griep” (flu), “hoest” (batuk), “beroerte” (stroke), “bloeddruk” (artinya ‘tekanan darah’ tetapi kita sering memaknainya dengan ‘tekanan darah tinggi’), “doorloop” (selasar pada rumah sakit).

Dalam ranah olahraga, kita masih sering menggunakan kata “boksen” (tinju), “baljongen” (anak-anak pemungut bola tenis), “gymnastiek” (senam), “zandzak” (kantung pasir untuk latihan bertinju), “schaak” (catur) dan “schaakmat” (akhir permainan catur), “zwempak” (celana berenang, yang kemudian diselewengkan menjadi ‘sempak’ yang bermakna ‘celana dalam’), “tennisbaan” (lapangan tennis), “trainingspak” (pakaian olahraga), “zwembad” (kolam renang). Di ranah militer masih kita pakai istilah “corvee” (kerja bakti), “werving” (rekrutmen, penerimaan calon tentara), “veldfles” (veld = lapangan, fles = botol, jadi berarti ‘botol minum yang disandangkan pada ikat pinggang), “veldbed” (tempat tidur lapangan), “bivak” (mendirikan tenda), “plunjezak” (kantong besar untuk perlengkapan serdadu), “draagriem” (sabuk untuk membawa ‘backpack’), “koppelriem” (sabuk tentara), “dossier” (file riwayat hidup dan riwayat penugasan).

Dan tentunya masih banyak kata-kata sehari-hari yang masih akrab kita pakai seperti “bekend” (terkenal), “kijker” (teropong pengelihatan jauh), “hoek” (sudut, biasanya untuk merujuk pada rumah di sudut jalan), “knop” (tombol), “jarig” (ulang tahun), “afdruk” (artinya ‘pencetakan’ biasanya merujuk pada pencetakan foto), “zoen” (cium), “bediende” (pembantu rumah tangga), “storing” (gangguan peralatan), “bestel” (memesan), straf (hukuman, biasanya diucapkan ‘setrap’), “voorrijder” (pengawal konvoi kendaraan), “rente” (bunga bank), “rijbewijs” (SIM), “extravoeding” (makanan tambahan), “fatsoen” (tatakrama), “dak” (atap), “dol” (merenggang tidak cekat biasanya untuk sekrup), “donker” (gelap, biasanya untuk merujuk pada warna misalnya ‘biru donker’ alias ‘biru tua’), “dof” (redup), “lekker” (lezat), “muisjes” (butir-butir kecil cokelat untuk isi roti), “examen” (ujian), “draad” (ulir pada sekrup), “spanning” (tegangan), “ijshoorn” (yang kini lebih populer kita sebut dengan ‘ice-cream cone’), “brandweer” (mobil pemadam kebakaran), “toneel” (sandiwara), “nachtkast” (nacht = malam, kast = lemari, jadi ‘lemari kecil yang diletakkan di dekat tempat tidur), “inrijden” (percobaan pada kendaraan yang masih baru), “vakantie” (liburan), “badkuip” (tempat mandi berendam), “aarde” (bumi, biasanya dipakai untuk kabel listrik yang akan dibumikan), “kleur” (warna), “richting” (artinya ‘arah’, biasanya dipakai untuk merujuk lampu sinyal untuk berbelok), “trap” (anak tangga), “toestel” (artinya ‘peralatan’ tapi dalam wacana kita untuk merujuk pada kamera foto), “voorschot” (uang muka atau DP), “gist” (ragi) dan sebetulnya masih banyak lagi.

Ternyata, masih banyak istilah Belanda yang tidak terdaftar pada KBBI, namun masih banyak dianut dalam wacana lisan. Seperti halnya dengan pemakaian istilah bahasa Inggris, kadang-kadang kita memang merasa lebih afdol dan tepat sasaran bilamana menggunakan istilah asing ini. Jadi bukan karena rasa kurang nasionalis tak menggunakan istilah bahasa Indonesia. Menurut saya, tak perlu istilah-istilah digusur, karena bagaimana pun dia adalah warisan dari sejarah bahasa kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun