Kalau kita berobat pada seorang dokter, namun tak kunjung sembuh, biasanya akan kita katakan ’saya tidak jodoh berobat pada dokter itu’. Kalimat ini entah diucapkan secara naif (polos) atau secara sarkastik, menyiratkan bahwa obat yang diberikan oleh sang dokter tidak compatible dengan penyakit yang kita derita. Dengan analogi ini, saya mau mengatakan bahwa orang Indonesia barangkali tidak berjodoh dengan bahasa Inggris. Apa pasalnya? Terlalu sering kita menggunakan bahasa Inggris yang tidak compatible sehingga kedengaran aneh dan ganjil di telinga.
Beberapa hari yang lalu, pada sebuah wall di Facebook saya membaca tulisan ’Let’s cooking’. Tentu dia ingin mengatakan ’Mari kita memasak’. Namun kalimat berbahasa Inggris ini keliru bin salah strukturnya. Struktur yang benar adalah: Let us (Let’s) + infinitive tanpa to. Sebagai contoh yang gamblang kita sering mengatakan ’Let’s go’ dan akan menjadi keliru kalau kita mengatakan ’Let’s going’. Jadi, kalimat di atas seharusnya ditulis dengan ’Let’s cook’. Ini kekeliruan klasik yang cukup sering dibuat oleh kita, dan bukan eksklusif (semata-mata) dibuat oleh penulis wall di FB yang saya sebut tadi.
Ada lagi penulisan (yang salah) dengan ’Let’s me go’ dan seharusnya tertulis dan terlafal dengan ’Let me go’. Dengan ditulis ’Let’s me go’, maka objeknya menjadi dua yaitu ’us’ dan ’me’ sehingga menjadi rancu. Urusan memberi akhiran ’ing’ ini memang runyam bagi kita pada umumnya. Ada kata yang seharusnya tidak diberi akhiran ’ing’, kita malah dengan gagah berani ucapkan dengan akhiran ’ing’ (seperti contoh yang menggunakan kata kerja ’let’ ini). Sebaliknya ada kata yang wajib memakai akhiran ’ing’ ini, malah kita ucapkan tanpa akhiran ’ing’ (alias memakai bentuk ’infinitive tanpa to’).
Contoh yang paling sering dijumpai adalah tulisan ’Keep smile’ (maknanya tak perlu saya jelaskan, karena pasti sudah dipahami). Mengapa kalimat ini rancu? Karena seharusnya kalimat ini tertulis ’Keep smiling’. Sejumlah kata kerja tertentu bilamana digabungkan dengan kata kerja lain mutlak harus diikuti dengan bentuk gerund (kata kerja yang berakhiran dengan ’ing’). Selain kata kerja ’keep’, ada lagi kata kerja ’stop’, ’finish’ (ini contoh sebagian kecil saja), yang harus diikuti dengan gerund. Misalnya kita mengatakan ’Stop smoking’ dan bukan ’Stop smoke’, demikian juga ’I finish working’ dan bukan ’I finish work’.
Istilah bahasa Inggris lain yang juga rancu kita ucapkan adalah ’matching’ (serasi). Sering orang mengatakan ’sepatu ini tidak matching dengan warna bajumu’, atau ’warna gorden itu tidak matching dengan warna dinding’. Kalau kita tinjau ’matching’ ini berfungsi sebagai kata sifat (adjective). Tapi harus diingat bahwa adjective ini bisa berfungsi secara attributive dan secara predicative. Bila kita berkata ’a beautiful girl’ di sini beautiful berfungsi attributive, sedangkan kalau kita berkata ‘the girl is beautiful’ maka beautiful di sini berfungsi predicative. Umumnya fungsi attributive dan predicative ini bisa saling dipertukarkan, namun ada sejumlah adjective yang bisa dipakai secara attributive, namun tak bisa dipakai secara predicative.
Contoh yang bisa dilihat di sini adalah frasa ’the right book’ (attributive) yang tidak mungkin diucapkan menjadi ‘the book is right’ (predicative). Demikian juga hal ini berlaku pada kata sifat ’matching’. Kita tak salah bila mengatakan ’a matching blouse’ (attributive), namun tak bisa menjadi ’the blouse is matching’ (predicative). Dalam kaitan inilah kebiasaan kita mengatakan ‘baju itu tidak matching’ adalah rancu. Lantas bagaimana bentuk yang benar? Dalam bahasa Inggris kita menggunakan bentuk kata kerja (verb) ‘match’, sehingga kalimatnya berbunyi ‘The blouse does not match’. Jadi kalau kita toh mau pakai gaya Inggris, seyogyanya kita mengatakannya dengan ‘baju itu tidak match’. Ini jauh lebih ‘mengena’ ketimbang mengatakan ‘baju itu tidak matching’.
Hari ini saya cukupkan dahulu menyentil tiga istilah yang sangat trendi tapi ‘ngawur’ yaitu ‘let’s cooking’, ‘keep smile’ dan ‘matching’. Mudah-mudahan sindiran saya ‘kita tak berjodoh dengan bahasa Inggris’ bisa menjadi cambuk bagi kita semua untuk membuktikan hal yang sebaliknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H