Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Masih Ingatkah dengan Jengkal, Hasta, dan Depa?

27 Desember 2012   09:51 Diperbarui: 19 Agustus 2020   15:48 8151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Ada peribahasa lama yang berbunyi "Diberi sejengkal, hendak sehasta. Diberi sehasta, hendak sedepa" yang menggambarkan perilaku yang serakah dan tak pernah puas. 

Saya tertarik dengan istilah-istilah usang "jengkal, hasta, depa" yang dahulu kala menjadi alat ukur panjang di tanah melayu. 

Saya yakin, sebagian besar dari kita sudah tak ingat lagi bagaimana cara mengukur dengan jengkal, hasta atau depa. Pun dahulu ada ukuran "dim" dan "elo" yang sekarang hampir-hampir tak pernah dipakai orang lagi.

Istilah "jengkal, hasta, depa" adalah cara mengukur panjang dengan menggunakan lengan kita yang dalam bahasa Inggris disebut dengan "Malay cubi" (cubit = lengan). 

Satu jengkal adalah ukuran panjang rentangan dari ujung jempol dan ujung kelingking. Satu hasta adalah ukuran panjang dari siku sampai ke ujung jari tengah (kisaran 45-56 sentimeter), sedangkan satu depa adalah panjang yang diukur dari ujung jari ke ujung jari lain dari kedua lengan yang direntangkan (didepang). 

Dalam bahasa Inggris satu depa disebut dengan "one fathom". Karena ukuran lengan dan jari setiap orang berbeda, maka tidak ada padanan yang eksak dengan sistem metrik dan hanya bersifat kira-kira saja.

Dalam literatur Melayu kuno, pengarangnya selalu menggunakan istilah-istilah ini untuk melukiskan panjang sesuatu benda, misalnya pada kalimat "dalamnya sungai itu kira-kira tiga depa".

Saya teringat moto Jenderal Soedirman yang terkenal yaitu "Sejengkal tanahpun tidak akan kita serahkan kepada lawan, tetapi akan kita pertahankan habis-habisan". 

Dalam bahasa Jawa "sejengkal" disebut dengan "sekilan" dan nampaknya masih banyak dipakai dalam wacana masyarakat yang berbahasa Jawa. Di samping istilah-istilah panjang di atas, ada pula ukuran panjang "dim". 

Kata "dim" ini diserap dari bahasa Belanda "duim" yang makna harfiahnya adalah "jempol". Jadi ukuran "dim" ini kurang lebih sepanjang ibu jari kita dan dalam bahasa Inggris dinamakan dengan inch (inci). Ada pepatah dalam bahasa Belanda yang kira-kira sama dengan ucapan Jenderal Soedirman yaitu "geen duim gronds wijken" (tak seinci pun menyerahkan tanah kita).

Dalam buku bacaan lama, saya masih teringat sering menjumpai kata "elo". Istilah ukuran panjang ‘elo’ ini juga mengadopsi dari kata Belanda "el" yang dalam bahasa Inggris disebut dengan "yard". 

Satu elo (satu yard) kira-kira sepanjang 91 sentimeter. Namun standar ukuran "elo" (di KBBI disebut dengan "ela") bisa bervariasi tergantung dari negara yang menggunakannya. Satu ela bisa juga disetarakan dengan panjang 0,688 meter.

Di samping ukuran panjang usang, kita dulu juga mengenal ukuran volume usang. Tercatat ada istilah "gantang" seperti pada peribahasa "bagai menggantang asa". Satu". gantang setara dengan satu galon British (dinamakan juga ‘imperial gallon’) yaitu kurang lebih 4,55 liter. 

Satu gantang dapat dibagi menjadi empat "cupak"  dan satu cupak dapat dibagi lagi menjadi empat "centong". Saya jadi teringat kebiasaan kita mengatakan "air mineral" dengan "air galon". Mungkinkah istilah ini kita tukar saja dengan "air gantang", hitung-hitung untuk memperkaya khazanah bahasa kita? Who knows, hati saya membatin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun