Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Yang Lucu Bila Dua Bahasa Saling Bertemu

16 September 2012   04:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:24 3004
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua orang coworkers (rekan kerja) bertukar kata pada suatu pagi di kantornya. “Program laporan di komputerku nge-hanged lagi,” kata yang seorang dengan nada kesal. Teman sekerjanya nyeletuk, “Reboot aja.” Sebuah jawaban yang netral belaka. Namun seperti yang sering terjadi pada pertemuan dua bahasa, lain yang keluar dari mulut, lain pula yang masuk ke dalam telinga. Kata-kata yang diucapkan rekan kerjanya ini masuk ke telinga sebagai “Ribut aja”. Keruan dengan wajah kurang senang, dia menukas, “Siapa yang ribut?”. Inilah ‘miscommunication’ yang tanpa disadari terjadi, manakala dua bahasa saling berinteraksi.

Di negeri China, para expert Amerika yang dipekerjakan di sana tanpa disadari lagi sering meluncurkan kata ‘bullshit’ bilamana menemui hambatan dalam tugasnya. Namun kata serapahan ini kebetulan mirip dengan kata Mandarin ‘bu xie’ yang berarti ‘You’re welcome’ atau ‘Don’t mention it’, yaitu ucapan balasan bilamana seseorang mengatakan ‘terima kasih’. Jadi sepadan dengan kata ‘Sama-sama’ dalam bahasa kita. Orang China yang belum memahami ucapan ‘jorok’ ini, tentu saja berpikiran bahwa si bule ini sangat sopan dan santun, karena sedikit-sedikit mengatakan ‘bu xie’ (terima kasih kembali).

Bila bahasa Belanda bertemu dengan bahasa Perancis, maka bisa lebih seru lagi. Serombongan pelancong yang sedang bersantai di kafe di kota Paris dihampiri oleh seorang artis jalanan yang menawarkan dibuatkan lukisan potret dalam bahasa Perancis. Pemandu wisata rombongan ini menerjemahkan tawaran seniman lukis ini. Salah seorang pelancong dari Belanda dengan polos berkata, “Portret? Nu?” (dalam bahasa Belanda artinya ‘Potret? Sekarang?’). Dengan wajah merah semu dan tersipu, sang artis langsung menjawab,”Non non, pas nu, pas nu!” (dalam bahasa Perancis artinya ‘Tidak, tidak, bukan telanjang, bukan telanjang’). Si pemandu tergelak sampai tersedak, sebelum akhirnya bisa mengklarifikasikan kepada rombongan pelancong dan si artis, bahwa ‘nu’ bermakna ‘sekarang’ dalam bahasa Belanda, dan ‘telanjang’ dalam bahasa Perancis.

Buat mereka yang sedang belajar bahasa Belanda harap mewaspadai pelafalan dua kata ini yaitu ‘geel’ dan ‘geil’. Geel bermakna ‘kuning’, sedangkan ‘geil’ bermakna ‘nafsu syahwat’ (kalau dalam bahasa Inggris berpadanan dengan ‘horny’ atau ‘randy’). Ada pembelajar bahasa Belanda yang bermaksud mengucapkan ‘geel banaan’ (pisang kuning), tapi lidahnya terpeleset mengucapkan menjadi ‘geil banaan’ (pisang syahwat). Anda boleh mencoba di search-engine dengan kata kunci ‘geil’, maka yang akan terpampang adalah foto-foto wanita dalam pose seronok (seronok-nya bahasa Indonesia, bukan bahasa Malaysia).

Kata ‘pula’ yang merupakan nama sebuah kota di Kroasia dan nama mata uang Botswana, ternyata bisa sangat ‘saru’ bila diucapkan dalam bahasa Romania. Pasalnya, ‘pula’ bermakna ‘alat kelamin pria’ dalam bahasa kasar Romania. Orang Romania yang berwisata ke kota Pula di Kroasia, tak pernah melewatkan kesempatan memotret papan nama kota ini untuk diperlihatkan kepada handai tolannya di tanah air dan selalu membuat ngakak seisi rumah. Konon di negeri Belanda, ada sebuah dusun yang bernama ‘Rectum’ (kita tentu mafhum bahwa ‘rectum’ adalah ‘dubur’). Entahlah mengapa nenek moyang penduduk desa ini menamai dusunnya dengan ‘Rectum’.

Sekalipun kosakata Belanda dan Inggris seringkali memiliki kemiripan bentuk, kita perlu berhati-hati, karena ada yang justru berkonotasi bertolak belakang. Ada penuturan seorang mahasiswa Amerika yang mengambil ‘degree’ di Universitas Utrecht, negeri Belanda. Pada suatu hari, di tempat dia magang di kantor universitas, ada telepon berdering. Untuk menguji kemampuan berbahasa Belanda, dia didaulat rekan-rekan sekantornya menerima telepon ini. Beruntunglah yang berbicara di ujung telepon adalah istri si Direktur dan bukan penelpon yang ingin bertanya dalam bahasa yang rumit. Dengan mantap dia pun berkata,”Jeroen, je wijf is aan de telefoon”. Seantero kantor langsung terbahak tak tertahan. Pasalnya, wijf dalam bahasa Belanda tak sama dengan ‘wife’ dalam bahasa Inggris. Istilah ‘wijf’ dalam bahasa Belanda ini bahkan berkonotasi melecehkan karena berpadanan dengan istilah ‘bitch’ atau ‘tart’ dalam bahasa Inggris (kira-kira seperti sebutan ‘cewek nakal’ dalam bahasa kita).

Kata dalam bahasa Belanda lainnya yang merupakan ‘batu sandungan’ adalah ‘borstel’ dan ‘borsten’. Memang beda tipis, namun cukup fatal, karena ‘borstel’ berarti ‘sikat rambut’ (hairbrush), sedangkan ‘borsten’ berarti ‘payudara’. Ada cerita lucu penutur asing yang berkata “Heeft iemand mijn borsten gezien?”, maksudnya mau menanyakan ‘apakah ada yang melihat sikat rambut saya’. Tapi alih-alih mengatakan ‘borstel’, dia malah mengatakan ‘borsten’, sehingga kalimat di atas bermakna ‘Apakah ada yang sudah pernah melihat payudara saya’ (padanan bahasa Inggrisnya ‘have you seen my breast’). Astaga!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun