Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Anda Sariawan Terus? Waspadai 'Celiac Disease'

20 Juni 2012   09:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:45 3963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_195978" align="aligncenter" width="474" caption="Ilustrasi (wikipedia)"][/caption]

Ada suatu penyakit yang bahkan dokter-dokter tak berhasil menemukan diagnosanya. Karena diagnosa yang ‘meleset’, tentu akhirnya obat diberikan dan tindakan yang dilakukan juga ‘meleset’ dan yang jelas penyakit ini tak sembuh. Gejala yang timbul memang beragam dan cukup membingungkan para dokter, antara lain mengalami diare tanpa putus setiap hari, mengalami sariawan juga praktis tanpa jeda, mengalami gangguan kulit seperti eksim dan gatal-gatal tanpa bisa sembuh, mengalami penurunan berat badan dan letih lesu yang berkepanjangan dan masih banyak lagi gejala-gejala yang ‘misterius’.

Baru tahun-tahun belakangan penyakit ‘aneh’ ini berhasil diidentifikasi dengan benar. Namanya adalah Celiac disease atau Celiac Sprue dan penyebabnya adalah ‘gluten intolerance’. Artinya, tubuh si penderita tidak dapat menoleransi segala jenis makanan yang mengandung gluten. Gluten adalah unsur yang terdapat pada golongan gandum (wheat, rye, barley). Karena makanan pokok orang Barat berbasis gandum ini (seperti roti), maka kasus Celiac disease ini dahulunya dianggap sebagai penyakit orang Eropa. Namun data yang mutakhir menunjukkan bahwa ras Asia pun cukup besar prevalensinya menderita ’gluten intolerance’ ini. Ini tentunya juga dipengaruhi pola makan orang Asia yang mengonsumsi makanan yang mengandung gluten seperti roti-rotian, mie dan kue-kuean.

Data di Amerika Serikat menunjukkan 2,18 juta orang memiliki ’gluten intolerance’ ini, yang kiranya bukan jumlah yang sedikit. Bilamana penyandang kelainan ini mengonsumsi gluten, maka akan terjadi reaksi sistem imunitas tubuh yang mengakibatkan kerusakan pada ’rambut-rambut’ (villum) dinding usus halus. Villum ini berfungsi untuk menyerap saripati makanan. Akibatnya, makanan tak berhasil diabsorbsi dengan baik dengan gejala-gejala diare, perut kembung dan mual. Akibat lanjutan karena kekurangan gizi dan mineral, maka badan akan bertambah kurus (pada anak-anak membuat pertumbuhan badan terhambat), sering kejang-kejang (cramp) pada kaki karena kekurangan kalium, osteoporosis karena kekurangan zat kapur (kalsium). Juga gejala-gejala ’aneh’ lainnya seperti sariawan (stomatitis aphthosa) yang tidak kunjung sembuh, gangguan kulit seperti eksim (dermatitis herpetiforme) yang merata dan sebagainya.

Bahkan di zaman ilmu kedokteran yang canggih, baru sekitar 10 persen pasien yang berhasil didiagnosa sebagai penderita Celiac disease ini. Sisanya 90 persen masih ’keliru’ didiagnosa oleh dokter, orang yang datang dengan keluhan dermatitis herpetiforme dianggap menderita psoriasis, orang yang datang dengan keluhan luka-luka di sekujur bibir dan mulutnya dianggap menderita sariawan biasa, orang dengan keluhan diare hanya diberikan obat anti diare. Bilamana seseorang telah berhasil terdiagnosa sebagai ’gluten intolerant’, maka pengobatannya cukup sederhana yaitu ’berpantang gluten’ seumur hidupnya. Jadi makan roti, kue, mie adalah pantangan utamanya. Tentu jenis makanan yang lainnya aman untuk dikonsumsi, seperti nasi, sagu, sayur dan buah-buahan.

Saya mengenal seorang kolega yang bertahun-tahun mengalami ’gluten intolerance’ tanpa bisa didiagnosa oleh banyak dokter, sehingga dia hampir frustasi karena penyakitnya tak kunjung sembuh. Dia baru terdeteksi mempunyai ’alergi’ terhadap gluten waktu kebetulan berobat di AS. Dengan tes antigliadin (AGA) dan endomysium antibodies (EmA), maka dapat dipastikan dia memang memiliki ’gluten intolerance’. Semenjak menjalani pantangan makanan non gluten, dia benar-benar terbebas dari penderitaan yang membuat dia berlangganan keluar masuk opname di rumah sakit. Kesadaran Celiac Disease (celiac disease awareness) memang perlu terus digalakkan, karena penyakit dengan gejala yang tak khusus (atypical) ini – konon ada 300 lebih gejala yang tampil - sering mengecoh para dokter. Kalau dokter keliru memberi obat, bukan saja penyakitnya tak sembuh, namun efek negatif dari obat-obatan tersebut malah bisa memperparah kondisi pasien.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun