[caption id="attachment_188540" align="aligncenter" width="593" caption="surat kaleng (dok pribadi)"][/caption] Saya sering merasa penasaran kalau mendengar istilah ‘surat kaleng’. Apa kaitannya kaleng ini dengan surat yang tak mencantumkan nama dan alamat si pengirimnya? Ada yang membuat hipotesa bahwa surat anonim sejenis ini dahulu kala dimasukkan ke dalam kaleng susu, kemudian dilemparkan melalui pagar tembok ke dalam rumah si alamat. Sekalipun rekaan ini cukup masuk di akal, namun dia tak didukung oleh fakta sejarah bahwa pada masa lalu pernah ada kebiasaan melontarkan kaleng susu berisi surat ke halaman orang.
Pertanyaan saya ini terjawab secara kebetulan pada waktu saya membaca-baca koran tua terbitan tahun 1957. Koran berbahasa Belanda yang bernama ‘Java Bode’ edisi Rabu 31 Juli 1957 memuat artikel yang berjudul ‘Soerat Kaleng’ dan ditulis oleh D. Soemintadiredja. Sebelum membahas soal ‘surat kaleng’ ini, saya ingin menyatakan keterpukauan (nggumun bahasa Jawanya), bahwa pada tahun 1957 ternyata masih ada koran berbahasa Belanda di tanah air kita yang konon tirasnya cukup besar. Jadi kalau dihitung-hitung 12 tahun setelah Indonesia merdeka, bahasa Belanda masih cukup populer digunakan oleh khalayak ramai.
Kembali kepada soal ‘surat kaleng’ yang nampaknya sudah menjadi tanda tanya tentang asal usulnya pada tahun itu. Dalam rubrik ini penulis mengatakan bahwa kata ‘kaleng’ di sini tak merujuk kepada kata Belanda ‘blik’. Jadi tak ada kaitannya dengan ‘kaleng susu’ atau kaleng-kaleng lainnya. Menurutnya, kata ‘kaleng’ ini mempunyai asal usul yang justru amat romantis.
Kata ‘kaleng’ ini bahkan bukan kata benda melainkan kata kerja. Dalam bahasa Sunda ‘kaleng’ bermakna ‘dekapan mesra dengan seorang gadis atau wanita’ (uitliefde omarmenofomhelzenvanmeisjeof vrouw). Ada juga istilah bahasa Sunda ‘pakaleng-kaleng’ yaitu ‘berjalan bergandengan antara sepasang lelaki dan wanita di mana lengan mereka saling bertautan’. Kutipan penjelasan ini dalam bahasa Belanda tertulis ‘het samenlopen of wandelen van manen vrouw,de rechterarmvande man gestokenonderdelinkerarmvande vrouw,dus zoalspaartjesplachtente doen’.
Bila sepasang jejaka dan gadis sudah saling menaksir, maka untuk mengadakan pertemuan rahasia, mereka akan saling mengirimkan surat bernada pantun tetapi tanpa identitas nama dan alamat. Ini tentunya untuk berjaga-jaga, apabila surat cinta (minnebriefje) ini jatuh ke tangan orang yang ‘tak berhak’, rahasia mereka berdua akan tetap terjamin. Hanyalah ‘kurir’ kepercayaan mereka yang tahu untuk dan dari siapa surat ini.
Pertemuan rahasia dua insan yang dimabuk asmara akan dilanjutkan dengan dekapan mesra. Menurut penulisnya, adat ketimuran tidak ‘mengijinkan’ sepasang merpati ini berdekapan di depan umum. Bahkan lanjutnya, seorang lelaki ‘pamali’ mencium isterinya atau anak gadisnya di depan publik menurut adat ketimuran ini. Kutipannya: Zelfseen kusgevenaanje eigen vrouwof volwassendochter,integenwoordigheid van derden,ligtnietindeaard van deoosterling.
Dewasa ini, kata ‘surat kaleng’ sudah mengalami perubahan makna yaitu surat tanpa identitas yang isinya bernada fitnah (apakah karena iri hati, cemburu atau tuduhan palsu). Apakah Anda sependapat dengan kajian Soemintadiredja yang ditulisnya 55 tahun yang lalu itu? Saya serahkan sepenuhnya pada Anda masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H