Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

'Iwak Peyek' Menjiplak dari Lagu Gereja?

11 April 2012   07:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:46 2928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_173931" align="aligncenter" width="607" caption="(ilust yenxavier.wordpress.com)"][/caption]

Kebetulan (coincidence) adalah misteri yang fenomenal dalam hidup kita. Dan inilah salah satu ‘kebetulan’ yang saya alami beberapa waktu berselang waktu mendengar lantunan lagu yang sedang ngetop ‘Iwak Peyek’ dan lagu gereja ‘Hari Ini Harinya Tuhan’ dalam waktu yang berdekatan. Melodi kedua lagu ini sangat mirip, sehingga setiap kita yang mendengarnya pasti cenderung untuk mengatakan bahwa salah satu daripadanya adalah jiplakan. Lagu ‘Hari Ini Harinya Tuhan’ bukan lagu rohani asli komposer Indonesia, tetapi disadur dari lagu ‘This is The Day that The Lord Has Made’ yang sangat familiar dinyanyikan oleh anak-anak sekolah Minggu (Sunday school) di gereja.

Lagu ini diciptakan beberapa abad yang lalu, sehingga dapat dianggap sebagai folksong karena tak diketahui dengan pasti pengarangnya. Dalam versi bahasa Inggris bait pertama tembang ini berbunyi : This is the day – This is the day that the Lord has made. We will rejoice – We will rejoice and be glad in it. Dalam versi bahasa Indonesia bait pertamanya berbunyi: Hari ini – Hari ini harinya Tuhan. Mari kita – Mari kita bersuka ria. Kalau pun lagu ‘Iwak Peyek’ dijiplak dari lagu ‘This is the Day’, kemungkinan besar tak bakal ada tuntutan soal hak cipta, karena seperti saya kemukakan ini adalah lagu rakyat yang tak dikenal pengarangnya. Dan seperti berlaku pada lagu-lagu rakyat lainnya, orang merasa ‘bebas’ untuk mencomot melodinya baik sebagian atau pun keseluruhan.

Yang terasa menggelikan adalah waktu menyimak berita suporter Persibaya yang ‘berang’ karena merasa lagu perjuangan ciptaan mereka itu dibajak. Tercatat nama H. Imron sebagai pencipta lagu ‘Iwak Peyek’ ini. Selesai berdamai dengan pendukung (bonek) Persebaya, muncul lagi gugatan bahwa lagu ini adalah contekan dari lagu band punk dari Inggris ‘Cock Sparrer’ yang berjudul ‘Take ‘em All’. Kalau saya mendengarkan bagian refrein lagu ini, saya juga seia bahwa antara keduanya mempunyai melodi yang sangat mirip. Namun saya berpendapat, kalau pun akan digugat, ‘Cock Sparrer’ pun bisa dituding sebagai penjiplak berdasarkan plagiasi dalam lagunya yang dicuplik dari sebagian nada lagu ‘This is the Day’ yang sudah berumur ratusan tahun ini. Buat Anda yang penasaran ingin membandingkan, silakan dicari sendiri di YouTube untuk mendengarkan lagu ‘This is The Day that The Lord Has Made’ dan lagu ‘Take ‘em All’.

Soal jiplak-menjiplak lagu sepertinya cukup marak di negeri kita. Waktu lagu Mbah Surip ‘Tak Gendong’ meledak dalam blantika musik Indonesia, orang banyak yang berkomentar bahwa lagu ini mirip sekali dengan lagu instrumental ‘Raunchy’ ciptaan Billy Vaughn yang dirilis pada tahun 1957. Lagu top hit berirama dangdut ‘Cucakrawa’ ternyata juga mencomot dari lagu rakyat (folksong) ‘She’ll be Coming Round the Mountain’. Karena sudah menjadi lagu rakyat, banyak versi-versi yang beredar dalam berbagai bahasa di dunia. Dalam bahasa Belanda tembang ini dinamai dengan ‘Mijn Tante uit Marokko’ (Bibi saya dari Maroko). Kalimat ‘En m’n tante uit Marokko, ja die komt’ diulangi sampai empat kali dalam bait pertama. Untuk lebih menghayati irama lagu anak ini Anda dapat mendengarkannya pada YouTube.

Yang menarik adalah lagu tradisional ‘Panon Hideung’ yang selama ini kita anggap sebagai lagu rakyat asli Sunda. Ternyata belakangan diakui bahwa lagu ini mencontoh dari lagu rakyat Rusia berjudul ‘Ochi Chyornye’ yang bermakna ‘black eyes’ atau ‘dark eyes’. Konon di awal-awal kemerdekaan negara kita, ada seniman-seniman musik jalanan yang berkelana ke Indonesia, satu diantaranya adalah pemusik Rusia yang memopulerkan lagu ‘Ochi Chyornye’ ini. Saya mendengar konon lagu ‘Kopi Dangdut’ ciptaan Fahmi Shahab juga merupakan adaptasi dari lagu ‘Moliende Café’, lagu ‘Ibu Pertiwi’ pun penjelmaan dari lagu gospel (gerejani) ‘What a Friend We Have in Jesus’. Apakah semuanya boleh kita kategorikan sebagai jiplakan, saya serahkan sepenuhnya pada penilaian Anda. You be the judge, kata pepatah Inggris.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun