Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ternyata 'Plonco' Masih Ada di Kampus AS

13 April 2012   11:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:39 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_174417" align="aligncenter" width="600" caption="Kartu Pengenal Mahasiswa George Dendunes (ilust nytimes.com)"][/caption]

Dari warta online The New York Times saya membaca berita tentang perploncoan yang mengakibatkan kematian pada seorang mahasiswa tingkat dua (sophomore). Ini tentu mencengangkan saya, karena selama ini saya berasumsi plonco cuma tetap dipertahankan di Indonesia dan sudah tak dijalankan lagi di negara-negara lain. Dugaan saya ini memang keliru. Dalam bahasa Inggris ’plonco’ dinamakan dengan ’hazing’ dan menurut koran AS ini, ’tradisi’ ini masih umum dilaksanakan dalam kampus khususnya pada saat mahasiswa akan masuk pada perhimpunan mahasiswa pria (fraternity), perhimpunan mahasiswa wanita (sorority), klub olahraga dan sebagainya. Hank Nuwer, seorang profesor dari Franklin College Indiana yang mengadakan penelitian soal ’hazing’ ini mengungkapkan bahwa sejak tahun 1970, tercatat ada 104 kematian akibat plonco ini.

Dalam kasus kematian yang terjadi pada George Dendunes mahasiswa tingkat dua Cornell University ini, kejadiannya berlaku kebalikan. Kalau biasanya yang diplonco adalah mahasiswa tingkat satu, maka dalam kasus di atas justru mahasiswa tingkat dua yang diplonco oleh adik kelasnya. Pada peristiwa yang terjadi bulan Februari 2011 dini hari itu, George Dendunes diculik bersama seorang rekannya ke sebuah tempat di kampus, matanya ditutup (blindfolded), tangan dan kakinya diikat dan diberondong dengan pertanyaan-pertanyaan soal fratenity. Setiap kali dia salah menjawab, maka dia dihukum dengan dicekoki minuman keras vodka, sirup stroberi, dan saus pedas.

Setelah ’mengerjai’ dua senior mereka, para mahasiswa baru ini membawa korban perploncoan yang teler berat kembali ke asrama kampus. Namun karena pintu kamar George Dendunes tak dapat mereka buka, akhirnya dia digotong ke perpustakaan dan ditinggalkan di atas sofa di sana. Ternyata pada keesokan paginya, petugas kebersihan mendapatkan George Dendunes sudah tak bernafas. Panggilan darurat 911 segera dilakukan, tetapi semuanya sudah terlambat.

Para mahasiswa junior yang kemudian ditahan berkilah bahwa apa yang mereka lakukan semata-mata untuk bercanda belaka (for fun). Bahkan pengacara para mahasiswa ini berargumen bahwa George Dendunes terkenal sebagai pecandu minuman keras dan pada hari yang naas itu, dia sudah meneguk vodka dalam kadar tinggi sebelum diculik. Modus mencekoki ’mapram’ (pledges) dengan miras memang paling sering dilakukan di sana. Setelah si plonco teler maka dia akan disoraki dengan Puke! (Biar muntah kau..!). Sebenarnya sama seperti halnya di tanah air kita, hazing sudah dinyatakan dilarang dilaksanakan di kampus. Namun pelanggaran masih terus terjadi.

Banyak kasus kematian karena plonco yang berakhir dengan tuntutan hukum dengan ganti rugi hingga jutaan dollar. Namun bagaimana pun juga, nyawa tak mungkin diganti dengan uang seberapa pun besarnya. Ini yang dirasakan oleh ibunda George Dendunes yang serasa dunia runtuh saat dikabarkan bahwa putra tercintanya tewas karena diplonco.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun