[caption id="attachment_315745" align="aligncenter" width="605" caption="tolak balak (dok pribadi)"][/caption]
Bukan hanya penulisan istilah Inggris yang sering keliru pada media, tetapi penulisan istilah Indonesia pun sering melenceng. Dan anehnya, kekeliruan ini menular ke benak pembacanya, sehingga seperti surat berantai dia malah berlipat mengikuti deret ukur. Saya akan paparkan beberapa kesalahan penulisan yang klasik dan klise di bawah ini.
Istilah ditahbiskan cukup sering dituliskan menjadi ditasbihkan. Tentu saja ini sangat menggelikan mengingat ”tasbih” adalah untaian pernik untuk berdoa, sedangkan ”tahbis” bermakna ”dilantik”. Beberapa tahun yang lalu, di koran nasonal saya pernah menjumpai peribahasa ”Anjing menggonggong kalifah berlalu”. Ini juga menggelikan, karena dua istilah ini pada hakekatnya berbeda. Menurut KBBI ”kalifah” bermakna (1)wakil Nabi Muhammad SAW setelah Nabi wafat yang melaksanakan syariat Islam di kehidupan negara atau (2) penguasa, pengelola, sedangkan ”kafilah” bermakna (1) rombongan berkendara unta di padang pasir atau (2) kontingen.
Kemiripan bunyi atau ejaan juga sering menyebabkan salah penulisan, seperti ”cincin bertatahkan berlian" yang keliru ditulis menjadi ”cincin bertahtakan berlian”, atau ”gedung berlantai lima dilalap api” yang dituliskan menjadi ”gedung berlantai lima dilahap api”. Pada berita online saya pernah membaca judul ”Curi Burung Cicak Rowo, Dua Pemuda Pengangguran Dibekuk Polisi” padahal seharusnya tertulis ”burung cucak rowo”. Dan yang cukup kocak ”kawin siri” dituliskan menjadi ”kawin sirih” pada sebuah media online.
Penulisan ”menenggak miras” juga sering disalahtulis menjadi ”menegak miras” seperti pada judul berita di ”Pikiran Rakyat” yang tertulis ”Dua Orang Meninggal Akibat Menegak Miras”. Istilah ”pasca” (yang berpadanan dengan istilah post, seperti post-graduate = pasca-sarjana), karena seringnya dilafalkan (keliru) dengan ”paska”, akhirnya juga terbawa-bawa keliru dalam penulisan seperti yang saya baca pada iklan penyemprot air yang disebutkan ”cocok untuk paska banjir”. Istilah ”tolok ukur” juga dahulu cukup sering ditulis dengan ”tolak ukur”.
Ada suatu istilah medis pada ilmu keperawatan yaitu ”asuhan keperawatan” yang merupakan pemadanan dari ”nursing care”. Saya masih merasa geli bila mengingat salah seorang kolega yang menyebutkannya dengan ”asupan keperawatan”. Saya sudah mencoba menjelaskan bahwa ini keliru, karena ”asupan” bermakna ”intake” sedangkan ”asuhan” bermakna ”care”, namun entah karena gengsi beliau tetap bersikukuh bahwa yang benar adalah ”asupan keperawatan”.
Salah penulisan ini kadangkala di luar dugaan seperti pada judul berita di koran Tribun Sumsel tertanggal 7 Maret 2014 yang tertulis ”Andi Pernah Sedekah Tolak Balak”. Seingat saya istilah yang benar adalah ”tolak bala” dan setelah saya cek di KBBI memang benar demikian, karena ”bala” didefinisikan dengan ”bencana, kecelakaan, malapetaka, kemalangan, cobaan”, sedangkan ”balak” dimaknai dengan ”belang dan wilayah suatu klan”. Saya jadi teringat dengan istilah ”balak enam” pada permainan domino yang disebut orang dengan ”gaple”. Kata ”gaple” ini pun juga sering salah ditulis dengan ”gaplek”, padahal gaplek adalah ubi kayu (singkong) yang telah dikupas dan dikeringkan yang dahulu juga disebut dengan tapioka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H