Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Berkenalan dengan "Kolokasi" yang Seksi dan Menarik

8 Agustus 2014   19:48 Diperbarui: 4 April 2017   17:52 1972
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tengarai tak banyak di antara kita yang mengenal dan memahami seluk beluk “kolokasi” (collocation). Padahal dalam wacana sehari-hari, kita semua memakai kaidah kolokasi ini, tentunya tanpa kita sadari karena sudah otomatis (taken for granted). Secara sederhana, kolokasi dapat didefinisikan sebagai “gabungan beberapa kata yang berdasarkan kesepakatan tak tertulis menjadi saling berjodoh”. Gabungan kata ini, bisa kata kerja + kata benda, kata benda + kata benda, kata benda + kata sifat dan sebagainya. Dalam khazanah bahasa Indonesia, sejauh yang saya ketahui, belum pernah dibuat kompilasi mengenai kolokasi ini, padahal dalam bahasa Inggris sudah cukup banyak kamus yang merangkum contoh-contoh kolokasi secara lengkap.

Untuk dapat memberi gambaran tentang apa dan bagaimana kolokasi ini, saya akan langsung memberikan beberapa contohnya. Kita sering mengucapkan istilah “kitab suci”, namun nyaris tak pernah mengatakan “buku suci” atau “pustaka suci”. Padahal bilamana dicermati, bukankah “kitab” sama makna dengan “buku” dan “pustaka”. Atau kita juga mengatakan istilah “dokter hewan”, namun tak pernah menyebutnya dengan “dokter binatang” atau “dokter satwa”. Padahal “hewan”, “binatang” dan “satwa” itu persis sama perwujudannya. Inilah yang dinamakan dalam ranah linguistik dengan “kolokasi”. Meminjam istilah prokem “sudah dari sononya begitu, tak mungkin dijelaskan alasan logisnya).

Dalam bahasa Inggris, kolokasi dicontohkan dengan “powerful engine”, tapi tak pernah dikatakan dengan “strong engine”, padahal jelas-jelas powerful sama maknanya dengan strong. Juga misalnya istilah “fast car” (mobil cepat atau mobil balap), dan tak pernah dikatakan dengan “quick car”, padahal fast sama sebangun dengan quick. Kalau ditanya apa argumentasi bahasanya, pasti kita akan kesulitan untuk menjawabnya. Jawabannya cuma satu, yaitu karena ini adalah “kolokasi”.

Marilah kita bincangkan serba sedikit mengenai kolokasi dalam bahasa Indonesia. Anda tentu sering mengucapkan istilah “negeri Belanda” namun nyaris tak pernah menyebutnya dengan “negara Belanda”, bukan? Mengapa demikian, bukankah “negeri” sama dengan “negara”? Dan mengapa terhadap negara lain di dunia, kita menggunakan kata “negara”, seperti “negara Jerman, negara Italia, negara Perancis”? Jawabnya, karena kolokasi tersebut. Kita juga secara otomatis mengatakan “pegawai negeri”, “luar negeri”, dan tidak menyebutnya dengan “pegawai negara” dan “luar negara”.

Untuk pemadanan kata “kindergarten”, kita menyebutnya dengan “taman kanak-kanak”, tetapi sangat jarang sekali menyebutnya dengan “taman anak-anak”, padahal “kanak-kanak” sama makna “anak-anak”. Juga terhadap istilah childish kita memadaninya dengan “kekanak-kanakan”, bukan “keanak-anakan”. Padanan dari kata sport adalah “olahraga” dan tak pernah kita sebut dengan “olahbadan”, sekalipun kita mafhum bahwa “raga” idem ditto dengan “badan”. Kantor presiden AS yang dalam bahasa Inggris dinamakan “White House” dalam bahasa kita dipadani menjadi “Gedung Putih”. Mengapa bukan kita katakan dengan “Rumah Putih” atau “Graha Putih”? Kita menyebut “daging sapi”, bukan “daging lembu”, padahal “sapi” dan “lembu” identik belaka. Berkebalikan dengan kita, di negeri jiran Malaysia, mereka justru lebih lazim mengatakan “daging lembu” ketimbang “daging sapi”.

Sesungguhnya, masih sangat banyak bahasan kolokasi dalam bahasa Indonesia yang belum dieksplorasi, namun saya cukupkan sampai di sini dulu. Sahabat Kompasianer yang ingin memberi tambahan masukan menyangkut kolokasi, dengan tangan terbuka dan senang hati akan saya sambut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun