Minggu kemarin, saya mendapat sejumlah cerita yang kebetulan mirip satu sama lain, yaitu berhubungan dengan orang sepuh atau yang diakronimkan dengan “manula” (manusia lanjut usia). Seorang dokter tentara senior saya (beliau berumur 84 tahun) dikabarkan terjatuh dari tempat tidur dan mengalami luka sobek di kepalanya sehingga harus dilakukan sepuluh jahitan. Seorang wanita apoteker sahabat saya (beliau berumur 78 tahun) juga mengalami kecelakaan di kamar mandi terjatuh sehingga mengalami patah tulang (fraktur). Kebetulan, saya juga sekarang sedang membaca sebuah buku nonfiksi (yang saat ini masuk dalam jajaran buku bestseller) berjudul “Being Mortal” ditulis oleh dokter Atul Gawande. Buku ini mengupas dengan sangat menarik tentang lika-liku masa senja dalam kehidupan manusia (umur 65 tahun ke atas) yang sering luput dari perhatian. Dokter Atul Gawande adalah dokter bedah keturunan India yang bermukim di Amerika Serikat.
[caption id="attachment_351578" align="aligncenter" width="310" caption="(ilust livemint.com)"][/caption]
Sebagai dokter, dia sering mempunyai pasien lanjut usia dengan sejumlah penyakit degeneratif, yaitu penyakit karena kemunduran fungsi organ-organ tubuh. Salah satunya yang mengalami kemunduran adalah hilangnya fungsi keseimbangan di otak. Oleh karenanya, manula memang mudah jatuh. Ditambah lagi dengan pendengaran yang menurun, penglihatan yang menurun, daya ingat yang menurun. Dokter Gawande menuliskan mengapa rata-rata dokter (mainstream doctors) enggan untuk mengambil spesialisasi geriatrik (ilmu kedokteran yang khusus menangani manula), yaitu karena “The old crock is deaf. The old crock has poor vision. The old crock’s memory might be somewhat impaired. And the old crock doesn’t just have a chief complaint – the old crock has fifteen chief complaints”. Ya, dokter memang “malas” menangani pasien sepuh, karena keluhan utamanya bukan satu, tapi bisa borongan sekaligus 15 keluhan.
Waktu mendapat cerita tentang dokter senior yang terjatuh dari tempat tidur itu, saya berkomentar seharusnya tempat tidurnya dibuat serendah mungkin agar beliau tidak tercampak. Namun logika ini ternyata tidak benar juga. Seorang manula tidak boleh berada pada posisi sejajar dengan lantai, karena dia akan kesulitan untuk bangkit dan berdiri. Kalau kasurnya berada di lantai, maka dia tak akan bisa mengayunkan kakinya menjejak ke lantai, sehingga akan mengalami kesulitan untuk bangkit dari tempat tidur. Ada seorang kenalan saya yang terkena Alzheimer beberapa bulan yang lalu. Sebelum mendapat Alzheimer, beliau sangat gesit dan berpikiran sangat kritis. Setelah mendadak mengalami Alzheimer, sekarang beliau mudah sekali vertigo (kehilangan keseimbangan) dan terjatuh. Jatuhnya tidak selalu ke depan, tetapi malah jatuh ke belakang (bahasa Jawa ‘nggeblak’) sehingga menambah resiko cedera otak yang sudah mengalami kemunduran.
Inilah cuplikan buku “Being Mortal” tentang kerentanan manula untuk terjatuh. Tiap tahun, 350.000 manula di AS terjatuh dan mengalami patah tulang panggul (broken hip). Tiga faktor risiko utama dari terjatuh ini adalah keseimbangan yang buruk, mengonsumsi lebih dari empat macam obat, dan kelemahan otot (The three primary risk factors for falling are poor balance, taking more than four prescription medications, and muscle weakness). Saya teringat pada ucapan almarhum ayah saya, yang mengatakan bahwa di usia senjanya yang paling harus selalu diingat untuk berhati-hati adalah waktu berjalan, terutama bila berada di dalam kamar mandi. Cerita-cerita tentang manula yang kebetulan beruntun datang menggugah pemikiran saya, memberi penyadaran bahwa saya memang tidak muda lagi dan masalah-masalah di atas bisa datang seperti tamu yang tak diundang. Kita memang tidak mungkin melawan alam apalagi kematian. Banyak sekali topik menarik yang dikupas oleh dokter Gawande dalam bukunya ini, namun saya hanya mengambil sejumput saja dari isi bukunya, sekadar untuk memberi kontemplasi tentang suatu kurun waktu yang semua orang yang pasti akan mengalami yaitu masa usia tua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H