Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Manakah yang Benar, "Tebersih" atau "Terbersih"?

31 Januari 2015   19:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:02 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi ini selagi membaca sebuah artikel opini di koran Kompas, mata saya tertumbuk pada kata “tebersih” yang lengkapnya tertulissebagai berikut [Mengikuti hukum Darwinian, hanya lembaga tebersihlah yang akan survive (the survival of the cleanest)]. Kita semua sudah mafhum, bahwa awalan “ter” dalam khazanah bahasa Indonesia dapat dipakai untuk mengungkapkan bentuk superlatif (bentuk paling), misalnya “terindah, terpandai, termurah, termahal” dsb. Alternatif lain untuk bentuk superlatif dalam bahasa kita adalah dengan kata “paling”, misalnya “paling indah, paling cantik, paling murah, paling tua” dsb. Keduanya sahih dipakai secara bergantian, tanpa ada perbedaan konotasi apa pun.

Di zaman dulu (entah pada kurun waktu kapan batasannya), saya selalu membaca dan menuliskan kata “terbersih” (penggabungan ‘ter + bersih’). Tak pernah “tebersih”. Namun saya mengetahui bahwa Pusat Bahasa pernah membuat “aturan baru” tentang awalan (prefix) “ter” ini, yaitu: apabila suku kata pertama dari kata yang dirangkai dengan awalan ‘ter’ ini mengandung huruf ‘r’, maka awalan ‘ter’ ini meluruh menjadi ‘te’, misalnya ‘ter + cermin’ menjadi ‘tecermin’ atau ‘ter + pergok’ menjadi ‘tepergok’. Terlepas dari kita setuju atau tidak dengan “aturan baru”, sebetulnya masih ada masalah lain yang perlu di-clear-kan menyangkut awalan “ter” ini. Sebagaimana kita pahami juga, awalan “ter” selain dipakai untuk menyatakan bentuk superlatif (bentuk paling), juga dipakai untuk bentuk kata kerja pasif (passive form), misalnya “tertembak, tersimpan, terbuang, terhapus” dsb. Dalam hal ini juga termasuk “tecermin dan tepergok” yang saya sebutkan di atas. Jadi premis (kesimpulan) saya, awalan “ter” ini luruh menjadi “te” apabila “ter” ini berfungsi sebagai bentuk kata kerja pasif. Yang menjadi pertanyaan sekarang, apakah awalan “ter” yang dirangkaikan dengan kata sifat untuk menunjukkan bentuk paling ini juga “terkena” aturan peluruhan menjadi “te” tersebut?

Kalau jawabannya “ya”, maka apa yang tertulis pada artikel opini di Kompas sudah benar, yaitu “tebersih”. Namun secara pribadi, saya sebenarnya tidak “ikhlas” dengan pedoman baru ini. Saya juga tidak melihat urgensi atau pun esensi di balik aturan baru ini. Untuk saya, “terbersih” lebih powerful ketimbang “tebersih”. Demikian pula halnya dengan awalan “ter” sebagai bentuk kata kerja pasif, menurut nurani bahasa (gevoel) saya, tercermin, terpergok, terbersit lebih mapan ketimbang “tecermin, tepergok, tebersit”. Mungkin ada juga yang akan melabelkan saya sebagai old-fashioned karena tidak bisa menerima perubahan dan tetap bertahan pada kebiasaan lama. Tak mengapa buat saya, namun paling tidak harapan saya agar pusat bahasa memberikan memberikan klarifikasi dan pencerahan mengenai dua hal di atas, mengingat pada KBBI belum saya temukan guideline-nya. Yaitu (1) peluruhan ‘ter’ menjadi ‘te’ pada perangkaian dengan kata kerja dan (2) peluruhan ‘ter’ menjadi ‘te’ pada perangkaian dengan kata sifat, dengan catatan baik pada kata kerja maupun kata sifat tersebut suku pertamanya mengandung huruf “r”.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun