LDM) adalah ujian besar bagi pasangan mana pun. Bagi seorang istri, keadaan ini sering kali berarti memikul tanggung jawab rumah tangga seorang diri, mulai dari mengurus anak, pekerjaan rumah, hingga menghadapi tantangan sehari-hari tanpa kehadiran suami di sisinya. Dalam situasi ini, nasihat dari suami yang jauh di seberang sana sering kali terasa sebagai tambahan beban daripada solusi. Mengapa demikian?
Pernikahan jarak jauh atau long-distance marriage (Ketika seorang istri menghadapi banyak tekanan tanpa dukungan fisik dari suaminya, ia mungkin merasa bahwa perjuangannya tidak sepenuhnya dipahami. Dalam kelelahan yang menumpuk, nasihat---yang mungkin dimaksudkan sebagai bentuk perhatian---bisa saja terdengar seperti kritik atau instruksi yang menghakimi. "Kamu harus lebih sabar," atau "Coba atur waktu dengan lebih baik," adalah kalimat yang, alih-alih menenangkan, justru menambah frustrasi. Bagaimana tidak? Sering kali, nasihat tersebut datang tanpa tindakan konkret yang membantu meringankan beban yang nyata.
Lebih dari itu, dalam situasi LDM, istri kerap merasa ada ketimpangan peran. Ketidakhadiran suami secara fisik membuatnya harus mengemban tanggung jawab ganda, baik sebagai ibu maupun sebagai figur pemimpin rumah tangga. Ketika ini berlangsung terlalu lama, muncul perasaan tidak adil yang sulit diungkapkan. Dalam kondisi seperti ini, nasihat dari suami yang tidak hadir secara langsung sering dianggap sebagai tanda ketidaksensitifan, meskipun mungkin itu bukan maksudnya.
Namun, hubungan yang harmonis dalam pernikahan jarak jauh tetap bisa dijaga. Bagi suami, memahami pola pikir dan perasaan istri adalah kunci utama. Langkah pertama adalah menunjukkan empati, bukan dengan kata-kata kosong, tetapi dengan mendengarkan sepenuh hati. Terkadang, seorang istri hanya ingin suaminya mendengar keluhannya tanpa buru-buru memberikan solusi. Validasi perasaan, seperti mengatakan, "Aku tahu ini pasti berat buat kamu," bisa menjadi penawar yang jauh lebih efektif daripada sederet saran.
Selain itu, suami juga perlu menunjukkan dukungan nyata. Jika memungkinkan, bantu istri dari kejauhan, misalnya dengan mengatur bantuan tenaga tambahan seperti asisten rumah tangga, atau bahkan sekadar memesan layanan untuk meringankan pekerjaannya sehari-hari. Hal kecil seperti ini bisa menjadi bukti konkret bahwa ia tidak dibiarkan berjuang sendiri.
Komunikasi yang konsisten juga menjadi fondasi penting. Suami perlu menyediakan waktu untuk berbicara dengan istri secara rutin tanpa gangguan. Pembicaraan ini tidak hanya membahas persoalan teknis, tetapi juga memberikan ruang bagi istri untuk mengekspresikan perasaannya. Jangan lupa, nada bicara juga penting. Saran yang disampaikan dengan nada suportif seperti, "Bagaimana kalau kita coba cara ini bersama?" akan lebih diterima dibandingkan dengan nada yang menggurui.
Pada akhirnya, keharmonisan dalam pernikahan jarak jauh membutuhkan kerja sama yang penuh kesadaran dari kedua belah pihak. Istri perlu merasa didukung dan dimengerti, sementara suami harus terus berupaya hadir, baik secara emosional maupun, jika memungkinkan, secara fisik. LDM memang tidak mudah, tetapi dengan cinta, pengertian, dan usaha, jarak bukanlah alasan untuk retaknya hubungan. Sebaliknya, tantangan ini bisa menjadi kesempatan untuk memperkuat fondasi rumah tangga, menjadikannya lebih kokoh dari sebelumnya.
***
Silahkan baca juga :
Suami Kurang Ekpresif? Cek Penyebab dan Solusinya