Kisah ini merupakan pengalaman yang terjadi pada diri penulis. Penulis mencoba untuk berbagi pengalaman tersebut kepada pembaca. Saya memiliki kebiasaan sejak jadi pelajar hingga sekarang adalah mencatat  semua materi atau penjelasan yang disampaikan. Â
Hal-hal yang biasa dicatat ketika penulis menerima pelajaran dari guru, dosen menyampaikan materi kuliah atau nara sumber yang melakukan presentasi. Kebiasaan mencatat secara cermat dan detail memudahkan penulis dalam mempelajari dan memahami setiap materi yang baru didapat.
Dulu kita mencatat menggunakan buku, note kecil, buku diary atau kertas folio baik bergaris atau polos. Namun sekarang ini, seiring perkembangan teknologi informasi komputer (TIK), penulis  mencatatnya menggunakan smartphone atau tablet.Â
Manfaat mengetik/ mencatat menggunakan smartphone lebih simpel, cepat dan mudah untuk dibaca kembali atau diedit. Akan tetapi kebiasaan baru saya kadang mengundang kecurigaan atau prasangka buruk. Hal ini pernah dialami penulis ketika sedang mengikuti arahan atasan, sosialisasi dari nara sumber atau mengikuti ceramah.
Tujuan saya mengetik menggunakan smartphone agar semua materi dapat tercatat/ terekam dan mudah untuk dilakukan pengeditan. Semua bahan yang saya catat nantinya akan diolah atau dianalisis untuk menjadi suatu bahan bacaan, konten ataupun opini.Â
Di lain pihak bagi pihak yang belum paham akan kebiasaan saya, mengundang  kecurigaan dan bersangka buruk. Bisa berasumsi saya tidak fokus mengikuti arahan,  bermain-main gadget, atau tidak mengindahkan materi yang disampaikan nara sumber.
Saya pernah dipanggil menghadap atasan karena kebiasaan tersebut ke ruangannya. Â Dengan antusias saya menjelaskan bahwa saya sangat fokus dan mencatat semua arahan serta materi yang disampaikannya. Kemudian saya tunjukan beberapa catatan digital terkait arahan-arahannya.Â
Kemudian saya tunjukan pula bagaimana kemudian catatan tersebut saya sempurnakan dan buat analisis sehingga menjadi sebuah konten, artikel atau opini. Dimana artikel tersebut  saya muat dalam website kantor pusat dan surat kabar. Tulisan-tulisan tersebut sudah dibaca puluhan ribu pembaca.  Akhirnya atasan saya paham dan tersenyum atas salah persepsinya.
Hal serupa pernah terjadi juga ketika saya mengikuti ceramah di mesjid. Ketika saya menyimak dan mengetik materi ceramah menggunakan smartphone, Ustad tersebut menyinggung saya bahwa membawa dan menggunakan handphone saat seseorang berceramah adalah perbuatan baik. Diceritakan juga penggunaan handphone bisa membuat kecanduan sehingga kadang lupa akan waktu. Lanjutnya, kecanduan handphone membuat orang kadang lupa melaksanakan kwajiban ibadah atau pekerjaannya. Namun aku tetap tenang dan meneruskan untuk mencatat atau mengetik materi ceramahnya hingga selesai.
Materi ceramah yang penulis catat, nantinya sebagai bahan penulis untuk membagi ilmu kepada teman atau kerabat. Narasi ceramah akan diperbaiki dan ditambahkan dengan dalil yang bersinggungan. Untuk kemudian penulis muat dalam website, media sosial atau forward di aplikasi Facebook atau whatsapp. Materi ceramah yang tadinya hanya diikuti paling banyak lima puluh orang bisa penulis teruskan dilihat dan dibaca oleh ratusan pembaca.
Inti dari tulisan ini adalah penulis ingin mengajak kepada pembaca untuk tetap sabar dan istiqomah untuk berbagi ilmu. Terkadang tidak semua orang memahami manfaat kemajuan teknologi.Â
Teknologi dapat mengoptimalkan pekerjaan kita dan memudahkan tulisan kita bisa banyak dibaca. Apabila ada yang berprasangka buruk atau mencurigai kebiasaan kita, maka kita sabar dan tetap menjalankan ibadah kita berbagi ilmu. Hal ini mungkin karena perbedaan perspektif dan itu harus kita terima dengan bijak.
Apakah hal ini juga pernah terjadi pada pembaca? Akhirnya penulis berharap agar jangan letih untuk berbuat baik. Terus berinovasi, berkreasi untuk membantu literasi yang positif pada banyakl orang. Salam literasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H