Siapa sih J.S Khairen
Tidak sengaja berkenalan dengan J.S. Khairen saat nyasar di postingan instagramnya. Lupa entah di feed atau instastory. Alasan pertamanya karena penasaran dengan postingannya ditulis dengan huruf seperti diketik oleh mesin tik. Rasa ingin tahu ini membawa saya kepoin ignya hanya untuk memastikan apakah itu diketik beneran atau sekadar menggunakan model huruf yang seperti ketikan.Â
Ternyata eh ternyata, kutipan, opini, komentar atau apalah namanya yang sering di posting di akunnya J.S. Khairen cukup tajam dan menghujam pikiran, sehingga membuat jari saya tanpa sadar terus menscroll mencari tahu, seberapa banyak alasannya untuk di kepoin. Ternyata J.S Khairen dengan nama lengkap Jombang Santani adalah penulis berdarah minang yang merantau ke Jakarta saat melanjutkan pendidikannya di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.Â
Kemampuannya menulis ini diwarisi dari ayahnya yang seorang wartawan dan Ibunya yang seorang guru. Siapa menyangka, pendidikannya di bidang ekonomi, malah menjadi seorang penulis dengan karya-karya yang diakui dan dicari banyak orang.
Belum pernah baca novelnya. Belum tahu gaya menulisnya. Dan belum punya juga koleksi bukunya. Pengennya tuh ada paket buku yang dijual komplit semua edisi tapi diskon gede-gedean. Biar sekali beli langsung menuhin satu sudut rak buku lagi. Hehe…maunya yang enak sendiri ya.Â
Kembali pada novelnya, karena beberapa bulan ini lagi tidak ada budget berlebih untuk membeli novel, iseng saya coba mencarinya di Ipusnas, dan ketemu beberapa novel dan kumpulan cerpen karya beliau. Namun saat itu saya masih belum tahu mau baca yang mana duluan. Sehingga, meski sudah menemukan buku digitalnya, masih saja saya belum membacanya karya-karyanya.Â
Hingga pada suatu hari, kembali saya nyasar pada postingan instagram beliau, dan di beberapa komentar, J.S. Khairen merekomendasikan novel Melangkah untuk dibaca duluan. Dan fix, saya kembali mengintip ke Ipusnas untuk mencari novel Melangkah karya J.S. Khairen.Â
Melangkah, mengenal Sumba
Saat melihat cover depan yang berwarna gelap, saya mengira novel ini berisi tentang motivasi agar berani untuk memulai segala sesuatu. Mungkin ada nilai keberanian yang tersimpan dalam novel itu, tapi pada kenyataannya, cara J.S Khairen menyampaikan pesan keberanian itu luar apik dipadu dengan latar belakang salah satu pulau di Indonesia bagian timur sana, yang sangat terkenal, tapi masih belum dikenal dengan lengkap.Â
Pada halaman sekapur sirih, penulis sudah menggambarkan bahwa ceritanya akan memadupadankan kekayaan budaya, dengan latar wilayah, plus dengan prinsip ekonomi yang sangat dikuasai penulis. Belum lagi sindiran penulis, bahwa banyak yang tidak tahu dengan Sumba, yang banyak orang beranggapan itu sama dengan Sumbawa. Jelas saya ikut penasaran, dimanakah dan seperti apakah Sumba itu meski hanya melalui ponsel.Â
Novel yang saya baca ini versi digital yang diterbitkan di tahun 2021, setahun setelah novel versi cetaknya diterbitkan oleh PT. Grasindo. Selain di ipusnas juga tersedia versi ebook di google play dan app store yang bisa dibaca dengan membayar setengah harga dibandingkan versi cetak. Memiliki 291 ulasan dengan 4938 pembaca, jelas menginformasikan bahwa novel ini memiliki banyak penggemar.Â
Cara bercerita penulis yang cukup unik menurut saya, ditambah penggambaran latar belakang tempatnya yang menarik membuat saya penasaran, tidak saja dengan ending ceritanya, tapi juga dengan tempat yang menjadi latar cerita tersebut. Membayangkan padang rumput luas, dengan kuda-kuda liar yang banyak berkeliaran di sepanjang padang rumput, tentu ini suatu pemandangan yang tidak pernah saya lihat dengan mata kepala sendiri.Â
Lalu rumah-rumah adat penduduk asli Sumba yang beratap tinggi, dengan kampung-kampung yang masih memegang kuat tradisi. Tenun khas Sumba, yang dibuat sepenuh hati, hasil kerja keras para perempuan Sumba sepanjang tahun yang ternyata punya ciri khas dan menjadi identitas kampung penenunnya.Â
Ending cerita diluar dugaan
Di bagian pertama dibuka dengan cerita berlatar Sumba, yang mengenalkan kita dengan festival Pasola dan tokoh yang bernama Runa. Semula saya mengira Runa adalah tokoh utama protagonis dalam cerita, karena pengenalan tokohnya di awal cerita dengan detail yang mendalam.Â
Sejak tragedi yang menimpa ayahnya dan para lelaki di kampung nya, kemudian pelariannya dari Sumba, hingga perjalanannya terdampar di kota Jakarta dan bertemu ayah angkat seorang pedagang kain dari Sumatera yang mengenalkannya dengan Silat Harimau, sampai bertemu lagi dengan ayah angkat kedua yang justru adalah musuh besarnya dulu yang membunuh ayahnya di depan matanya sendiri. Lalu babak ini ditutup oleh pelarian Runa yang dikejar polisi, Â enam belas tahun setelah diangkat anak oleh musuhnya sendiri dengan kamuflase check in tiket pesawat dengan tiga tujuan berbeda. Inilah yang menjadi titik pertemuan cerita dengan tokoh utama lainnya.Â
Dibagian kedua, kita diajak penulis berkenalan dengan tokoh Aura, mahasiswi asal Sumba yang sering mengikuti pertandingan silat bersama tiga sahabatnya, Siti, Arif dan Ocha yang juga jago silat. Saya kira pengenalan anak-anak mahasiswa ekonomi ini hanya sebagai peran pendukung untuk tokoh utama Runa. Tapi siapa yang menyangka, penulis mampu membolak balikkan ekspektasi pembaca. Justru mereka berempatlah yang menjadi bintang utamanya. Pahlawan penyelamat bangsa dari huru hara yang diciptakan tokoh Runa.
Pemilihan tokoh berlatar ekonomi ini membuka banyak pencerahan terhadap penilaian kita pada pemerataan pembangunan di Indonesia. Kita yang selama ini berdiam di kota, di dekat ibukota negara jelas tidak akan mengerti bagaimana ketimpangan itu terlihat jelas. Ini baru satu wilayah saja dari banyaknya bagian Indonesia yang tidak mengecap kebijakan yang hanya berpihak pada segelintir orang.Â
Novel ini sangat direkomendasikan untuk dibaca, karena membuka banyak wawasan baru untuk kita. Tidak sekedar bercerita dengan penokohan yang luar biasa, tapi membawa kita pada sesuatu yang tidak banyak diketahui selama ini. Ceritanya mengalir dengan pas, membuat kita penasaran pada ending yang jauh dari dugaan. Tanpa terasa, buku setebal 373 halaman ini tuntas dengan kesan yang mendalam.Â
Bikin Penasaran
Saya pribadi, setelah membaca novel ini menjadi penasaran untuk mencari tahu bagaimana Sumba yang sebenarnya. Sangat menarik dan menjadi tujuan wisata yang menjanjikan penampakan alam yang masih asli dan asri lengkap dengan warisan budaya megalitikumnya. Bahkan saya ikut penasaran dengan film Humba Dream karya Riri Riza dan Mira Lesmana yang diperankan oleh penulis sebagai tokoh utama. Lumayan untuk mengobati rasa penasaran saya terhadap Sumba.Â
Satu lagi, konflik yang diangkat dalam cerita tentang pemadaman listrik se Jawa Bali, membuat saya sempat bolak balik memastikan tahun cetak novel ini. Saya menduga, penulis terinspirasi dari kejadian nyata pemadaman listrik se Jawa-Bali pada bulan Agustus tahun 2019. Menciptakan imajinasi cerita dibalik pemadaman listrik yang memiliki alasan yang berbeda dari penyampaian di media. Membawa khayalan saya ikut berkelana ke ruang imajinasi tanpa batas.Â
Satu-satunya yang saya sayangkan pada novel ini, penulis tidak menceritakan lagi Perjalanan Runa setelah bertemu ayah angkat keduanya, padahal inilah fase penentuan, kenapa tokoh Runa berubah menjadi tokoh Antagonis dalam kisah imajinatif ini. Apakah penulis menyajikannya dalam novel tersendiri, entahlah.Â
Namun di akhir cerita, penulis mengajak kita berkenalan dengan salah satu tokoh ilmuwan dalam cerita, dosen perempuan nyentrik yang bisa dibaca di novel yang berbeda. Keren. Cara yang sangat smart untuk penasaran dengan novel J.S Khairen yang lainnya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H