Saya tertegun di depan sebidang turap setinggi lima meter. Dinding penahan tanah (retaining wall) itu berbahan batu bulat yang berasal dari galian pekerjaan potong dan timbun (cut and fill). Pipa-pipa sulingan bertaburan di bentangan badannya.
"Ini bagian yang berturap paling tinggi, Ji."
"Iya, terlihat dari pipa-pipa PVC yang empat meter itu, Wan."
"Kamu, sih, baru hari ini mau bergabung. Coba sejak awal..."
Ya, coba sejak awal pekerjaan, enam bulan lalu . Ah, sudahlah, batin saya.
Matahari tengah berada di atas kebun jati yang tidak jauh dari sebuah perkampungan. Sebagian sisa daun jati memayungi saya dan Sarwan yang sedang berada sekitar enam meter di depan bentangan turap.
Sayup-sayup senandung perkutut liar, kutilang liar, dan seekor kedasih di antara pepohonan jati. Sesekali suara panggilan seorang warga sekitar kepada entah siapa.
Musim kemarau tahun ini memang cukup panjang. Sebagian besar pohon jati menggundulkan diri demi melangsungkan hidup hingga musim hujan datang. Daun-daunnya rontok, dan berserakan, kecuali di lintasan pejalan.
Saya bisa membayangkan mengenai proses pekerjaan lahan, yaitu pembersihan lahan (land clearing), dan potong-timbun di lahan milik pengembang bernama Demun. Panas yang mengganas pada puncak musim kemarau. Angin yang cukup kencang. Debu-debu dari proses pekerjaan lahan yang pasti tidak tinggal diam.
Cukup dengan membayangkan, karena belum satu bulan ini saya terlibat dengan pekerjaan di lokasi. Betapa keras dan keringnya suasananya pengerjaannya. Mungkin saya sendiri bakal "melempar handuk" kalau terlibat sejak awal proyek dikerjakan.
Apa? "Melempar handuk"?