Sebelum gelap menggilas segenap pandang
Sebelum aku terhalang kelam di hadapanmu
Dunia yang tidak pernah terinjak sebelumnya
Aku tidak ingin mengingatmu
Oh, wahai penganiaya kenyataan
Oh, wahai penabur serpihan pelat besi berkarat
Jejak-jejak darahku memerah cahaya
Memecah langkah merekah luka-luka
Tetesan demi tetesan sepanjang lantai berduri karang
Aku tertatih-tatih menahan putaran jam
Di ruang basa-basi tentang kekerasan perbudakan
Peti mati kapitalisme demokrasi entah apa lagi
Kamu memutar jarum ke angka-angka
Kelam menenggelamkan setiap jejak
Di atas roda berbintang hitam yang patah lingkarannya
Aku terletih-letih merintih diterpa jarum ke angka-angka
Kamu masih terus memutar sambil kini terpingkal-pingkal
Dengan iringan darah juang berulang-ulang
Aku kalah dan terenyah dari lintasan berangka-angka
Terkapar di telapak pagar berduri tanaman rambat
Sebab orang asing selalu memicu cemburumu
Aku telah lumpuh di hadapan gelap mencekam
Darahku habis diisap jari-jari legam logammu
Terkapar tanpa gelepar dan gemetar
Sebelum gelap mengendap-endap ke luka-lukaku
Sebelum semua menerkam melumat ingatan
Hanya kamu yang kini terjerat tersesat di sela sisa rambutku
*******
Kupang, 17 Juni 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H