Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pohon Puisi Berbuah Sepi

14 Desember 2018   22:42 Diperbarui: 14 Desember 2018   22:56 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ia duduk dengan gamang di beranda. Gundah sedang membuncah. Antara kecewa, sedih, berusaha bersyukur, menerima kenyataan tetapi tetap berharap, dan entah apa lagi.

Beberapa hari ini puisi-puisinya tidak laku. Padahal ia sudah menambah wilayah berjualan keliling. Tidak seorang pun berminat untuk membeli, meski hanya sebutir. Bahkan, ia sudah menjual dengan sistem paket, yaitu beli satu dapat satu.

Mungkin orang-orang sudah tidak membutuhkan puisi, pikirnya.

Di sudut rumahnya senja mengelupas kencana. Temaram semakin mengepung. Ia pun beranjak untuk masuk. Sementara satu pohon puisi sedang berbuah matang dekat beranda, dibiarkannya.

***

Ia pekebun sekaligus penjaja puisi. Orang-orang di sekitarnya sangat mengenalnya sebagai pengusaha puisi, meski hanya tinggal di rumah puisi yang berada di sebuah lahan yang ditanaminya dengan aneka pohon puisi.

Ia memang hidup dari puisi. Lahan miliknya di sekeliling rumah dikelolanya menjadi kebun puisi. Pohon-pohon puisi ditanam dan dirawatnya dengan sepenuh hati. Pupuk rutin diberikan. Penghalau hama selalu siaga.

Ada kalanya ia suntuk pada beberapa pohon puisi yang tengah berputik. Ia memangkas ranting dan daun agar nutrisi tidak sia-sia. Nutrisi harus benar-benar mengalir ke bakal buah sehingga buah bisa menampung nutrisi, menjadi lebih besar, dan lezat.

Ia berprinsip bahwa beberapa pohon puisi unggulan haruslah berbuah puisi, bukannya beranting dan berdaun puisi. Kalau ranting dan daun cenderung melahap nutrisi, buahnya bisa kalah dan, tentu saja, sayang sekali.

Ya, setiap pohon berbuah pada waktu atau situasi tertentu. Ada pohon puisi subuh, pohon puisi pagi, pohon puisi siang, sore, dan malam. Ada pohon puisi musiman, misalnya pohon puisi hujan, kemarau, peristiwa, dan lain-lain. Ada pohon puisi suasana, misalnya pohon puisi luka, duka, sepi, gembira, kelakar, marah, dan lain-lain.

Selain itu beberapa pohon lainnya dibiarkan rimbun. Ranting dan daun bebas memenuhi pohon. Di situ burung-burung liar dan aneka serangga sering singgah dan bersenandung. Ada juga yang membuat sarang. Kalaupun berbuah, ia sengaja berbagi kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun