Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tentang Karya

16 Februari 2018   21:54 Diperbarui: 16 Februari 2018   21:56 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: digthisdesign.net

Karya, satu kata yang paling mengena pada perhatian saya ketika membaca caci-maki dua sastrawan besar pada 16 Februari dini hari. Seorang biasa membuat esai/opini, selain puisi. Seorang lagi biasa membuat cerita (prosa?), yang bersumber dari pengalaman hidupnya.

"Karyamu mana? Kamu cuma mengutip teori orang; kamu pajang; kamu jual," komentar si penulis cerita pada si penulis esai.

Karya dalam Arti Kamus

Menurut KBBI daring (online), karya memiliki dua arti. 1. Pekerjaan. 2. Hasil perbuatan; buatan; ciptaan (terutama hasil karangan).

Dalam kamus daring itu disebutkan pula contoh-contohnya. Karya asli adalah 1. hasil ciptaan yang bukan saduran, salinan, atau terjemahan; 2 hasil ciptaan yang bukan tiruan. Karya cetak adalah segala sesuatu yang dicetak. Karya rekam adalah hasil pekerjaan merekam suara (misalnya musik), tuturan, cerita, dan sebagainya. Karya sastra adalah hasil sastra, baik berupa puisi, prosa, maupun lakon. Karya seni adalah ciptaan yang dapat menimbulkan rasa indah bagi orang yang melihat, mendengar, atau merasakannya.

Karya dalam Realitas Sehari-hari

Kata "karya" sering saya dengan ketika pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Maria Goretti, Sungailiat, Bangka. Kata tersebut selalu berkaitan dengan sastra tulisan, misalnya karmina, pantun, gurindam, seloka, puisi, cerpen, novel, dan lain-lain. Dari sekolah jua pemahaman kata "karya" berkaitan dengan seni atau hasil berkesenian.

Hal ini berbeda ketika saya melanjutkan pendidikan ke SMA di Jawa, tepatnya Yogyakarta, dan sering mudik ke kampung halaman ibu saya di Karanganyar, Surakarta. Di sana orang Jawa biasa dengan kata "makarya", yang artinya "bekerja" (berkarya). "Makarya" berarti "melakukan kegiatan kerja".

Selanjutnya, dalam pergaulan saya dengan para penulis, khususnya sastrawan, kata "karya" kembali menjadi seperti pelajaran Bahasa Indonesia di SMP saya dulu. "Karya", dalam pergaulan ini, tidak pernah diartikan juga sebagai "pekerjaan", melainkan hanya pada "ciptaan" (hasil dari proses mencipta).

Karya dalam Pemahaman Saya Sendiri

Pemahaman saya, jelasnya, berasal dari realitas dan arti kamusnya. Berkarya berarti bekerja, dan/atau mencipta. Walaupun keseharian saya cenderung melakukan sesuatu yang dikategorikan sebagai "seni", baik seni bangunan, seni rupa (kartun/karikatur), dan seni sastra, tetaplah bekerja juga merupakan berkarya, apalagi saya pernah menjadi karyawan di sebuah perusahaan jasa konstruksi.

Jadi, kalau "karya" hanya diartikan sebagai "ciptaan" (arti ke-2 dalam KBBI), justru terjadi penyempitan arti/makna. Padahal, secara kamusial (gramatikal) dan realitas, tidaklah begitu (karya hanya ciptaan). Pertanyaannya, mengapa sebagian orang cenderung menyempitkan arti semacam itu; apakah sesungguhnya wawasan mereka memang sempit.

Nah, kembali ke kata "karya" dalam pertanyaan "karyamu mana" tadi. Apakah esai bukanlah suatu karya atau ciptaan?

Menurut KBBI daring lagi, esai adalah karangan prosa yang membahas suatu masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi penulisnya.

Berikutnya, "cuma mengutip teori orang". Meski tidak jelas, seperti apa contohnya "cuma mengutip teori orang", apakah "esai bukanlah esai" ketika mengutip perkataan atau pernyataan orang lain?

Saya pernah meraih pemenang I Lomba Penulisan Esai, baik di Bangka Belitung (asal daerah saya) maupun se-Kaltim dan Kaltara (dua tahun lalu) yang diadakan oleh sebuah kantor bahasa. Dalam kedua esai yang saya lombakan dan sama sekali tidak berhubungan dengan arsitektur itu pun terdapat "kutipan teori orang", bahkan lebih dari satu orang serta sama sekali tidak ada kutipan dari seorang-dua orang arsitek.     

Jujur, saya tidak sedang bermaksud "mengajari buaya berenang di muara", melainkan saya tidak mau terjadi pembodohan apa pun yang bersifat massal melalui kata "karya" yang justru dilakukan oleh orang yang bergelar "sastrawan". Janganlah seorang oknum sastrawan membodohi seorang oknum arsitek semacam saya ini, apalagi membodohi orang-orang di luar kalangan sastrawan.

*******

Panggung Renung -- Balikpapan, 16 Februari 2018

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun