Suatu waktu saya diminta oleh Holy Adib (HA)--wartawan sekaligus pemerhati bahasa (linguistik)--untuk menanggapi tulisannya, Tengaran Aksara Slogan Padang Kota Tercinta, yang dimuat di harian Haluan. Permintaan ini, tentu saja, berkaitan dengan profesi saya sebagai arsitek, meski sama sekali bukan pemerhati bahasa seperti HA.
Latah, Kurang Paham, Budaya Instan, dan Sampah Pemandangan
Pada awalnya saya menanggapi HA dengan pemahaman arsitektural sekaligus pergaulan dengan rekan-rekan arsitek. Aksara-aksara raksasa yang merangsek ke banyak wilayah di Indonesia itu merupakan wujud kelatahan, kekurangpahaman, budaya dadakan (instan), dan sampah pemandangan.
Wujud kelatahan itu, jelas--seperti dalam esainya, merupakan ikut-ikutan "bangunan aksara"--istilah HA-- dari bangunan aksara "HOLLYWOOD" yang terkenal melalui film-film Hollywood atau berita-berita seputar kawasan perfilman di Amerika Serikat itu. Tidak sedikit kepala daerah beserta jajarannya, dan masyarakat menjadi latah (ikut-ikutan), bahkan bangga hingga terpajang di banyak daerah serta swafoto mereka. Wabah "Hollywood" memang marak menjangkiti pola berpikir mereka.
Kelatahan tersebut, menurut saya, berdasarkan pada kekurangpahaman mengenai potensi daerah sendiri. Padahal, setiap daerah memiliki potensi masing-masing, dan bisa dijadikan "ciri khas" dalam suatu panorama.
Kekurangpahaman itu pun termasuk dalam budaya dadakan (instan). Budaya dadakan sudah merambah hingga pelosok, dan mendapat tanggapan kurang baik di kalangan pemerhati budaya. Ya, tanpa perlu repot membuat "pengenal" dengan kajian budaya-intelektual, langsung saja dibuatkan "tulisan" berukuran besar alias "aksara raksasa". Sayangnya, kekurangpahaman pemerintah daerah atau, mungkin, suatu proyek, maka "dipaksakanlah" pengadaan atau pembangunan "bangunan aksara".
Sementara istilah "sampah pemandangan" itu, menurut versi saya dari pergaulan sesama rekan arsitek, khususnya dengan Bambang Eryudawan, merupakan upaya gigih dalam pemaksaan, bahkan "pemerkosaan" terhadap pandangan (penglihatan) dalam pengenalan suatu daerah, wilayah, lokasi, atau tempat. Dari "latah", "kurang paham", "budaya mendadak", maka jadilah "sampah pemandangan".
Ternyata tanggapan awal tadi tidak sesuai dengan maksud dari permintaan HA. Kembali lagi, HA adalah pemerhati bahasa. Kali ini "bahasa" atau "istilah" dalam arsitektur, yaitu pada "tengaran" sebagai terjemahan dari "landmark".
Meskipun bukan arsitek "berpengaruh" apalagi "paling berpengaruh", dan bukan "pemerhati bahasa", mau-tidak mau saya harus kembali pada "bahasa" itu sendiri. Paling tidak, sebagai pertanggungjawaban saya terhadap bidang belajar-profesi saya sendiri. Â Â Â Â
Landmark
Dalam Dictionary.Com, definisi landmark adalah :
1. a prominent or conspicuous object on land that serves as a guide, especially to ships at sea or to travelers on a road; a distinguishing landscape feature marking a site or location;
2. something used to mark the boundary of land;
3. a building or other place that is of outstanding historical, aesthetic, or cultural importance, often declared as such and given a special status (landmark designation) ordaining its preservation, by someauthorizing organization;
4. a significant or historic event, juncture, achievement, etc.