Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ada Apa dengan Pasar Terbakar?

14 Januari 2018   08:50 Diperbarui: 14 Januari 2018   10:35 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://leadingandlovingit.com

Pasar terbakar, terutama pasar rakyat (tradisional), bukanlah kabar baru bagi saya. Sejak bisa membaca koran dan melihat berita di televisi, entah sudah berapa kali kabar semacam itu. Semula, memang, saya percaya bahwa penyebab terbakarnya pasar, biasanya, konsleting listrik.

Dengan berjalannya waktu kabar seputar pasar terbakar mulai bukanlah sekadar biasa dengan satu penyebabnya. Ada suatu kenyataan yang, pada suatu waktu, membuat saya tercengang mengenai penyebab selain itu. Setelah tercengang lalu saya hanya mampu menggeleng sambil menggumam, sungguh tega.

Suatu kenyataan mencengangkan yang sungguh tega itu benar-benar saya saksikan sendiri sehingga saya pun tidak percaya lagi bahwa sebab-musabab pasar terbakar hanyalah kesalahan konsleting listrik. Ya, tidak sekadar konsleting listrik sebagai terduga utamanya.

Begini. Saya pernah hampir saja mendapat sebuah proyek peremajaan (revitalisasi) pasar tradisional di sebuah daerah. Ini proyek pertama bagi saya dan perusahaan kami. Karena kedekatan dengan bos-bos, selain keterbukaan mengenai 'rahasia perusahaan dengan saham kosong untuk segelintir pejabat terkait', saya juga sering diajak menemui seorang kepala daerah di sana.

Pertemuan di rumah dinas pejabat itu hanya satu kali. Selebihnya pertemuan diadakan di beberapa tempat, dari restoran besar hingga tempat hiburan yang berisi 'santapan syahwat' berkelas impor, yang dikenal dengan istilah "lobi" (entertainment).

Pada suatu malam di sebuah restoran, kepada pejabat itu bos saya menanyakan, bagaimana seandainya beberapa penyewa kios atau lapak menolak untuk pindah agar pasar bisa dibongkar. "Bakar saja, beres," jawab pejabat itu.

Bakar saja? Seketika saya tercengang sekali. Kalau sebelum-sebelumnya saya sering mendengar kabar tentang pasar terbakar, ternyata kata "terbakar" dengan awalan "ter-" bukanlah berarti "tidak sengaja", melainkan "ter-" yang berarti "di-" (disengaja). Dan, hal yang membuat tercengang adalah jawaban yang langsung dari seorang kepala daerah.

Yang sempat terbayangkan, bagaimana kalau di pasar itu ada pedagang yang ketiduran dalam kiosnya; bagaimana kalau bukan hanya seorang pedagang; bagaimana pula kalau di sebuah lapak kecil juga tertidurlah anak-anak si pedagang. Jelas, bukan saja persoalan kerugian material yang bakal dialami, tetapi juga kerugian jiwa.

Sejak menyaksikan langsung jawaban itu saya tidak pernah percaya lagi bahwa penyebab pasar terbakar di daerah manapun hanyalah sekadar biasanya pada kesalahan listrik. Mujurnya saya, proyek itu batal kami dapatkan karena ada perusahaan lain yang berani "memberi lebih" kepada si kepala daerah.

*******   

 Panggung Renung Balikpapan, 14 Januari 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun