Minggu, bagi orang Kristen umumnya, merupakan hari istimewa-khusus untuk Tuhan. Mereka berduyun-duyun berangkat ke tempat ibadah. Di sana mereka akan khusyuk berdoa, bernyanyi (memuji dan menyembah), dan tekun mendengarkan 'kabar gembira' (firman Tuhan) disampaikan oleh imam di mimbar atau altar. Dalam ibadah kalangan Karismatik, biasanya, ada sesi kesaksian, yaitu menyampaikan kabar kebaikan Tuhan dalam kenyataan hidup umat.
Perayaan Natal bersama pun masih diselenggarakan di beberapa tempat. Suasana Tahun Baru masih terasa, dan di beberapa rumah orang Kristen masih menyisakan kudapan hari raya, termasuk pohon terang yang tegar di pojok ruang tamu atau ruang keluarga. Â
Tetapi, Minggu malam, 7 Januari 2018, pkl.22.25, Kompas menayangkan 'kabar' yang menghentak mata sebagian warganet. "Ahok Gugat Cerai Veronica Tan," judul berita yang ditulis oleh Setyo Adi Nugroho. Pada alinea pertama tertulis, "Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menggugat cerai istrinya, Veronica Tan."
Kompas merupakan salah satu media yang masih mendapat kepercayaan bagi banyak kalangan Kristiani (Nasrani). Untuk menayangkan sebuah berita, wartawan Kompas tidaklah serta-merta menyampaikan tanpa melakukan konfirmasi, investigasi, dan seterusnya, terlebih menyangkut nama Ahok yang sangat fenomenal. Termasuk mengenai gugatan itu, wartawan Kompas pun sangat berhati-hati dengan waktu yang berhari-hari, semisal pada alinea kedua, "Sumber Kompas.com yang sangat bisa dipercaya menyebutkan, gugatan itu didaftarkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara pada Jumat (5/1/2018) sore sekitar pukul 15.00".
Sontak kabar itu menyentak ritual Minggu di kalangan Kristiani. Sebab, dalam Kristen berdasarkan Alkitab (Injil, Matius 19:1-12), perceraian terjadi hanya dengan 2 alasan. Alasan ke-1, yakni kematian (seorang di antara pasangan suami-istri meninggal dunia). Alasan ke-2, yakni, zinah; perzinahan atau perselingkuhan (seorang ataupun keduanya berselingkuh).
Ahok dan Veronica masih hidup. Kemungkinan perceraian bukanlah dengan alasan ke-1. Berarti, kemungkinannya dengan alasan ke-2. Tetapi, adakah kesempatan memberi kemungkinan untuk alasan ke-3? Apa pun alasannya, kata Yesus, "Karena ketegaran hatimu..."
Kabar 'surat gugat cerai' itu memang cukup menohok realitas di kalangan Kristiani, apalagi di kalangan pengagum Ahok. Sebagian dari mereka, yang kesehariannya bergaul di media sosial, tidak ayal menyampaikan ketidakpercayaan atas kabar itu. "Kabar hoaks (palsu)," komentar mereka yang sebelumnya, pada Minggu pagi, begitu khusyuk di tempat ibadah.
Sementara, di kalangan lainnya, kabar itu merupakan fakta berdasarkan bukti 'surat gugatan' yang bermaterai, bertanda tangan, dan disiarkan oleh Kompas. Di antara kalangan itu, khususnya pembenci Ahok, 'gugat cerai' justru menjadi gegap-gempita dan sorak-sorai. Entahlah, gegap-gempita dan sorak-sorai seperti ibadah Kristen Karismatik, atau apa lagi. Dan, sebagian kecil di antaranya berharap, semoga Ahok menjadi mualaf setelah menamatkan (khatam) baca Kitab Suci.
Ya, Minggu malam atau malam Senin pada pkl. 22.25 mendadak riuh-gemuruh melampaui dentum petasan dan kembang api tahun baru seminggu lalu pasca-kabar 'surat gugatan' itu. Mendadak pula doa-doa dan harapan kebaikan bertaburan dibarengi hujatan dan ucapan syukur.
Apa boleh buat. Realitasnya memang begitu. Semoga tabah memulai 2018 ini.
*******
Panggung Renung Balikpapan, 8 Januari 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H