Malam itu Dicky Senda duduk di meja kayu
Samping ranjang kayu hendak mengantar rebahku
Ini bukanlah sebuah dongeng, katanya menjelma Kanuku Leon
Menghalang kalong mencaplok buah-buah tidurku
Enam belas cerita bukanlah dongeng, katanya
Di samping lukisan ikan Fetonai terlindung oleh Stella Maris
Aku mulai merenangi udara dengan mataku
Terlihat ayahku telah jauh mendayung
Malam mengambang seperti kabut
Dicky Senda bercerita dengan serius
Kurasa kepalaku semakin keras merenangi kata-kata
Dicky pun berdiri
Sebut namaku Neontuaf, katanya
Laki-laki yang mampu menembus waktu
Biar kupanggilkan penenun mimpi
Agar tidur tidak selalu menjaring angin
Bangun malah lelah urung menikahi matahari
Terbayang seorang babi menikahi seorang anjing
Bercinta cacimaki di kamar nomor 9
Di depan seorang yang menggantung diri pada salib mungil
Tapi seperti bayangan samar segera bergegas
Terusir remang-remang di bawah tindihan kepalaku
Dicky Senda masih bercerita seakan hendak memecah
Kabut kota ini berdansa dengan dongeng
Seusai polonez melemaskan kaki-kaki
Di samping meja kayu dekat ranjang kayu
Telinga ditekuk bantal mataku ditakluk udara
O, Dicky Senda su pi mana deng karmana lai
*******
Kelapa Lima, Kupang, 3 November 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H