Uang (money) adalah sebuah alat tukar atas transaksi barang atau jasa. Uang memiliki nilai tukar tertentu. Setiap orang memiliki penilaian tersendiri terhadap keberadaan uang. Meski begitu, saya kira, lirik lagu "Bujangan"-nya Koes Plus, yaitu "hati senang walaupun tak punya uang", kadang-kadang masih menjadi kebingungan yang lumayan lucu mengenai nilai uang.
Namun, serius, saya sering menolak uang dalam jumlah besar. Mungkin saya bukanlah satu-satunya orang yang sering menolak uang. Namun, mungkin saya termasuk orang yang tanpa sungkan sering menolak uang.
Sering menolak uang? Ya, sering plus tanpa sungkan. Padahal saya sama sekali bukanlah orang kaya, meskipun bukan penganut faham teologi kemakmuran dengan slogan "cinta uang" (loves money).
Mungkin Anda menduga, saya sering menolak uang karena berkaitan dengan suatu proyek, kebijakan, atau hal-hal administratif seperti uang perizinan sebasar Rp30 miliar dari Alexis? Saya sama sekali bukanlah bagian dari birokrasi, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Saya tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan presiden atau siapalah yang Anda anggap memiliki "kuasa" (power) dalam ranah negara.
Mungkin Anda menduga lagi, saya termasuk seorang profesional yang berintegritas tinggi, bahkan golongan kaum penolak uang paling radikal. Sudahlah, tidak perlu sebegitunyalah. Biasa sajalah.
Seringnya saya menolak uang bukanlah sesuatu yang perlu mendapat penggolongan-penggolongan, integritas-integritasan, Â bahkan sampai sebutan "radikal" segala. Atau, sebagian dari Anda menilai bahwa saya terlalu ekstrim, bahkan lebay (berlebihan) hanya gara-gara saya keseringan menolak uang?
Uang Halal-Haram
Mungkin Anda menduga, uang itu uang haram, sehingga wajar kalau saya sering menolaknya. Tetapi, maaf, saya tidak pernah menilai uang itu dalam batasan haram-halal. Bagi saya, uang tetaplah uang.
Soal haram-halal, menurut saya, ada lembaga yang khusus menangani haram-halal, semisal Majelis Ulama Indonesia (MUI). Selama ini saya tidak pernah mendengar adanya kasus uang yang mengandung unsur babi atau beralkohol sekian persen. Kalau "uang mengandung...", seharusnya diperiksa ke bidan, apakah benar "mengandung". Jangan sampai cuma "buncit" lantas dirundung (di-bully) "mengandung".
Sementara maraknya KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan banyaknya oknum terciduk dengan barang bukti berupa uang dalam jumlah tertentu itu menunjukkan bahwa uang tetaplah uang. Mereka begitu leluasa memegang uang, dan tidak perlu cuci tangan dengan sabun cuci. Jelas itu uang tanpa ada unsur haram, 'kan?
Selama sekian puluh tahun saya juga belum pernah menemukan label "halal" pada permukaan suatu uang. Apakah karena tidak berlabel "halal" lantas uang itu uang haram?