Mengapa iri kepada bunga-bunga
Kepada kupu-kupu lebah-lebah
Mengapa iri kepada buah-buah
Kepada burung-burung serangga-serangga
Seperti sengaja menusuk-nusuk diri sendiri
Dengan duri-duri sengat-sengat tanduk-tanduk
Jarum-jarum sembilu-sembilu
Pedih perih nyeri menari-nari
Di jemari-jemari di lidah-lidah
O, betapa bunga dan buah yang bedebah
O, betapa kupu lebah burung serangga yang celaka
Lengkingan jeritan raungan selama jantung berdetak
Mengapa harus ada apa saja yang hanya justru jadi
Pedih perih nyeri hingga menari-nari dalam nadi
Hidup pun berkubang dalam dera luka lara
Seperti tidak sengaja atau tanpa rencana
Mendirikan iri semakin menjulang nan gagah
Dalam setiap tarikan nafas
Dalam setiap kerjaan pikir
Dalam setiap sentuhan rasa
Menggelisah menggelinjang
O, ini bukanlah puisi menguras semesta metafora
Bersama Plato  Baumgarten Read Allsopp Morris
Sebab pedih perih nyeri tidak sudi dibatasi kemasan
Rupa iri punya hak berekspresi tanpa repot menopengkan diri
Dengan coreng moreng dongeng-dongeng cengeng
Mengapa iri kepada iri yang tengah tegak berdiri
Melengking paling lantang nyaring menantang selisih
Aktualisasi dirinya sendiri
Mungkin masing-masing iri sedang ingin bugil gila-gilaan
Di hadapan semua analisis opini telanjang
Biarkan stetoskop tergantung ketukan palu
*******
Kelapa Lima, Kupang, 22 Oktober 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H