Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Mendirikan Iri

22 Oktober 2017   23:19 Diperbarui: 22 Oktober 2017   23:36 1093
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Mengapa iri kepada bunga-bunga
Kepada kupu-kupu lebah-lebah

Mengapa iri kepada buah-buah
Kepada burung-burung serangga-serangga

Seperti sengaja menusuk-nusuk diri sendiri
Dengan duri-duri sengat-sengat tanduk-tanduk
Jarum-jarum sembilu-sembilu

Pedih perih nyeri menari-nari
Di jemari-jemari di lidah-lidah

O, betapa bunga dan buah yang bedebah
O, betapa kupu lebah burung serangga yang celaka

Lengkingan jeritan raungan selama jantung berdetak
Mengapa harus ada apa saja yang hanya justru jadi
Pedih perih nyeri hingga menari-nari dalam nadi
Hidup pun berkubang dalam dera luka lara

Seperti tidak sengaja atau tanpa rencana
Mendirikan iri semakin menjulang nan gagah
Dalam setiap tarikan nafas
Dalam setiap kerjaan pikir
Dalam setiap sentuhan rasa
Menggelisah menggelinjang

O, ini bukanlah puisi menguras semesta metafora
Bersama Plato  Baumgarten Read Allsopp Morris
Sebab pedih perih nyeri tidak sudi dibatasi kemasan
Rupa iri punya hak berekspresi tanpa repot menopengkan diri
Dengan coreng moreng dongeng-dongeng cengeng

Mengapa iri kepada iri yang tengah tegak berdiri
Melengking paling lantang nyaring menantang selisih
Aktualisasi dirinya sendiri

Mungkin masing-masing iri sedang ingin bugil gila-gilaan
Di hadapan semua analisis opini telanjang
Biarkan stetoskop tergantung ketukan palu

*******
Kelapa Lima, Kupang, 22 Oktober 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun