Tiada bayangan mendului punggungku
Dari sorot bauran penjuru
Dada menyongsong fajar menyingsing
Kau tergopoh-gopoh dalam rombongan
Orang-orang menggendong agenda
Membopong teropong
Masuk keluar malam untuk setitik sinar
Mengurai selongsong waktu
Mengisi setiap kosong pada rimbun belantara
Setiap bayangan pun terpetakan pada
Musim panen gula lontar
Mendung sering mangkir dari perundingan
Tentang percumbuan batal disebut tertunda
Tetapi aku belum selesai mengecup lekuk marungga
Ketika kau memaksa bertemu di bawah kerontang
Pohon asam dan lamtoro di sabana berkarang
Aku tidak suka jagung bose meski kau siapkan
Dengan racikan rempah-rempah terbaik
Dengan tukang masak kaliber Flobamorata
Dengan senyum nona-nona melampau moke sopi
Secangkir kopi dan beberapa kompyang
Bagiku sudah kompaklah mengelupas tenun ikat fajar
Di tubuh seonggok batu
Aku terpaksa menyanggupi pertemuan terburu-buru
Sebenarnya aku tidak sedang tertarik pada pertemuan
Dengan apa siapa kau propagandakan
Selain pada detak dadaku dalam kecupan marungga
Sebab kau tidak pernah membaca catatanku
Di jidatku jauh lapang dari bandara El Tari
*******
Kupang, 22 Oktober 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H