Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fondasi Bangunan Negara Indonesia *

21 Juni 2017   23:09 Diperbarui: 22 Juni 2017   11:21 2811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah fondasi barulah peletakan struktur utama selanjutnya. Misanya pilar atau kolom, atau tiang struktur. Lalu, sloof, balok, dan seterusnya. Untuk fondasi batu gunung dan biasa di rumah tinggal 1 lantai yang jauh dari jangkauan gempa, sebagian tanpa sloof, dan langsung memikul dinding bangunan.

fondasi-rumah-594a9981f39673a317d2206b.jpg
fondasi-rumah-594a9981f39673a317d2206b.jpg
karya gus noy dengan program Autocad
karya gus noy dengan program Autocad
karya gusnoy
karya gusnoy
karya gus noy
karya gus noy
Bagaimana dengan bangunan di tepi atau di atas perairan? Sepanjang-panjangnya atau setinggi-tingginya tiang/pilar, pastilah ujung kakinya (tumpuan) berada di atas tanah keras.  

Bagaimana kalau bangunan di atas permukaan air itu tanpa fondasi atau bertumpu pada benda apung? Atau, seperti film Waterworld, dan rencana gagal dari seorang cagub DKI Jakarta 2017 untuk sebuah Kota Apung? Angin dan arus bawah air bisa menggeserkan bahkan menghanyutkan hingga entah ke mana bangunan itu akhirnya berlabuh, ‘kan?

Dan, silahkan dihitung, lebih banyak mana antara rumah di atas permukaan tanah dan rumah di atas permukaan air yang sering ditemui oleh 250 juta jiwa.

Mengganti Dasar Negara, Mudahkah?

Suatu kelompok masyarakat yang hendak menggantikan dasar negara memanglah mudah dalam angan-angan sekaligus ucapan sana-sini. Pemahaman mereka mengenai Pancasila sebagai dasar negara belum benar-benar sampai jauh ke dasar hati berbangsa-bernegara.

 Wacana demi wacana diperbincangkan tanpa menyadari bahwa membangun hingga menjadikan negara berdaulat sampai hampir 72 tahun bukan lagi untuk sebuah wacana alias angan-angan. Indonesia sudah jelas, dan Pancasila sudah jelas pula.

Nah, anggap saja negara adalah sebuah bangunan. Kalau kembali berwacana hendak menggantikan dasar negara, hal itu sama saja hendak mengganti fondasi negara seperti sebuah ibarat mengganti fondasi bangunan gedung berlantai banyak. Mudahkah?

Mohon diingat, dalam bangunan negara Indonesia sudah dihuni oleh 250 juta jiwa. Kalau hendak mengganti fondasi negara, sebutannya adalah "revolusi", tentunya tidak bisa terlepas dari keberadaan para penghuninya (rakyat Indonesia). Mau dibawa ke mana rakyat Indonesia jika hendak meruntuhkan bangunan negara Indonesia? Bukankah sebuah revolusi pasti mengorbankan banyak jiwa?

Atau, mereka menyangka bahwa dasar itu adalah lantai atau tempat kaki orang-orang menginjak, bukan fondasi. Kalau alasan sangkaan bahwa dasar adalah alas kaki orang berpijak, tentu saja, secara struktural tidaklah krusial, apalagi jika bangunan hanya berlantai 1. Tetapi dasar negara atau dasar bangunan negara yang dimaksud bukanlah lantai itu, melainkan fondasi bangunan negara Indonesia.

Fondasi diganti, runtuhlah negara, dan sama saja dengan sebuah pengkhianatan terhadap jerih-payah atau hidup-mati perjuangan para pahlawan dan pendiri bangsa-negara ini. Tidak keliru jika Presiden Joko Widodo kembali mengingatkan, “Saya Pancasila, Saya Indonesia”, bukannya terbalik dengan “Saya Indonesia, Saya Pancasila”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun