Di samping tergugah, tentu saja, saya sepakat. Bagaimanapun dominannya bahasa lisan, tetaplah bisa diterjemahkan dengan bahasa tulisan karena bahasa lisan menggunakan huruf, kata, frasa, kalimat, dan seterusnya. Persoalannya, bahasa lisan sangat mudah “diterkam” angin, dan sebagian saja yang “direkam” kepala, ya, kepala para pendengar pada saat bahasa lisan disampaikan. Persoalan paling darurat adalah daya ingat, analisis, dan seterusnya.
Akan tetapi, sepakat pada secuplik tulisan 20 tahun silam bukanlah berarti seketika menjadi sebab yang mutlak bagi saya untuk menulis, termasuk catatan cacat satu ini. Pasalnya, menulis bukanlah suatu kegiatan yang pernah menjadi kegemaran, apalagi jika nekat menjadi cita-cita saya.
Kesimpulan Sesaat
Jadi, apakah seorang arsitek bercita-cita menjadi penulis merupakan suatu kabar yang mengejutkan? Tentu mengejutkan dalam lingkup pergaulan kecil di Balikpapan setelah 8 tahun saya bersama rekan-rekan arsitek setempat.
Tetapi, ya, terserah saja apa pun cita-cita rekan-rekan arsitek Balikpapan, dan bagaimana tindakan selanjutnya. Semoga tercapai cita-cita tersebut, meskipun saya tidak mengetahui kapan tercapainya karena saya menulis, termasuk catatan cacat ini, tidak lebih dari sekadar menyampaikan apa saja yang terlintas dalam benak saya, dan sebagai bukti sahih bahwa saya sudah tamat Sekolah Dasar.
*******
Panggung Renung, 03-03-2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H