PRANATA MANGSA PERHITUNGAN PETANI: PERMATA YANG MULAI HILANG
Dunia pertanian memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan manusia. Sebagai salah satu kegiatan tertua dalam sejarah peradaban, pertanian bukan hanya soal produksi pangan, tetapi juga mencerminkan nilai, tradisi, dan cara hidup masyarakat di berbagai belahan dunia.
Jawa sebagai bagian dari bangsa agraris telah lama hidup dalam dunia pertanian yang akrab dengan iklim. Sudah berabad – abad lamanya mereka mempunyai metodologi dalam bertani, salah satunya ada pranata mangsa atau perhitungan musim. Bahkan system penganggalan musim tersebut sudah ada dalam kehidupan petani jawa sebelum kedatangan orang – orang hindu.
Nenek moyang kita sudah akrab dengan peredaran bintang yang mendasari perulangan musim. Pratana mangsa ikut menyumbang keberhasilan dan keagungan kerajaan – kerajaan besar di nusantara. Pranata mangsa di jadikan pedoman bertani, berdagang, merantau, berperang, dan menjalankan roda pemerintahan.
Pembagian Mangsa
Prata mangsa membagi setahun dalam 12 mangsa, yaitu Kasa, karo, katelu, kapat, kalima,kanem, kapithu, kawolu, kasanga, kasapuluh, dhesta, dan saddha. Tiap mangsa memiliki bintang yang merupakan pedoman berawal dan berakhirnya suatu mangsa. Oleh karena itu, para petani membuktikan pengulangan musim dengan mengamati rasi bintang yang muncul secara periodic.
Mangsa kasa berbintang sapi gumarah; mangsa karo berbintang Tagih; mangsa katelu berbintang lumbung; mangsa kapat berbintang jaran dawuk; mangsa kalima berbintang banyak angkrem; mangsa kanem berbintang gotong mayit; mangsa kapitu berbintang bima sekti; mangsa kawolu berbintang Wulan jarangirim; mangsa kasanga berbintang wuluh; mangsa kasepuluh berbintang waluku; mangsa dhesta dan saddha memiliki bintang yang sama dengan mangsa karo dan katelu yaitu Tagih dan Lumbung
Pranata Mangsa Pedoman Para Pertani
Pranata mangsa menjadi pedoman petani untuk mengolah tanaman. Pada mangsa kasa, ketika daun – daun mulai berguguran dan belalang mulai bertelur, petani mulai menanam palawija. Sedangkan pada mangsa karo, ketika tanah – tanah mulai merekah dan pohon kapuk dan pohon manga mulai berbuah petani mengairi sawah dan tanaman palawija. Pada mangsa katelu pohon bamboo, gadung dan kunyit tumbuh subur. Pada saat inilah petani mulai memetic tanaman palawija. Pada mangsa kapat pohon randu berlimpah buah. Burung pipit dan manyar pun mulai membuat sarang. Inilah masa petani mulai mengolah sawah. Sedangkan pada mangsa kalima pohon asem sedang rimbun dengan daun mudanya. Kunyit dan gadung juga mulai berdaun. Hujan mulai deras dan ulat – ulat keluar. Pada mangsa kanem, ketika pohon manga dan rambutan mulai berbuah, kecoa dan lipas mulai berkumpul di parit, para petani mulai membersihkan sawah. Pada mangsa kapitu, bersamaan dengan derasnya hujan, petani mulai menanam padi. Pada mangsa kawolu, tanaman padi mulai meninggi dan bulir – bulir nya mulai terlihat petani mulai bersiap untuk memanennya. Datangtah mangsa kasanga saat bulir – bulir padi mulai masak bersama dengan merdunya suara jangkrik dan tonggeret. Padi benar – benar tua seiring datangnya mangsa kasapuluh, ditandai dengan burung – burung yang membuat sarang. Ketika burung mengerami telur petani memanen padi. Itu lah yang terjadi sampai datangnya mangsa dhesta dan saddha. Pada mangsa itu padi – padi di potong dan petani bersiap mengadapi datang nya mangsa katiga yang kering.
Pranata Mangsa Mulai Pudar