Dalam akte notaris ini, juga ditiadakan jabatan Penasehat, yang dalam akte notaris kedua YARSI diadakan dan dijabat oleh Bupati Banyumas, RG Roedjito. Â Dari diktum diktum yang ada dalam akta notariat ini dapat diketahui bahwa hubungan antara YARSI dengan Muhammadiyah hanyalah sebatas pada, bahwa Muhammadiyah berinisiatif untuk membentuk Badan Pendiri Yayasan saja dan manakala Yayasan yg kemudian dibentuk oleh Badan Pendiri tersebut pailit atau dibubarkan, Badan Pendiri menyerahkan sisa kekayaan dan amal usahanya kepada Muhammadiyah Daerah Banyumas. Â Selain dari pada itu, Yayasan memiliki eksistensi tersendiri untuk mengelola dirinya sendiri.Â
Sebagai catatan, ada beberapa hal yang patut ditelisik lebih jauh lagi. Yakni: Â ()i) dalam akte notariat ini, tuan Haji Abdul Kahar Anshori, menghadap ke notaris dalam kedudukannya sebagai Ketua Badan Pendiri, padahal dalam akta notaris yang terakhir, ada perubahan anggota Badan Pendiri, Badan Pendiri nomor satu adalah Drs H. Muhammad Musa. Â (ii) mengapa tuan Haji Abdul Kahar Anshori diberi kekuasaan tunggal untuk melakukan perubahan total terhadap Anggaran Dasar Yayasan, sementara masih ada anggota badan pendiri dan badan pengurus yang lain? Â (iii) mengapa realitas historis yang sangat penting, bahwa YARSI pendiriannya diprakarsai oleh Badan Pendiri yang ditunjuk oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banyumas, baru ada dalam akte notariat YARSI yang ketiga, tahun 1990, tetapi tidak ada dalam akte notaris YARSI tahun 1983 dan 1986?Â
Keenam, akte notaris Hj Imarotun Noor Hayati SH no 17 tanggal 9-2-2009  Dalam akta notaris yang terakhir ini, tidak ada perubahan mendasar terhadap akte notaris YARSI sebelumnya, kecuali mengesahkan perubahan Badan Pendiri menjadi Badan Pembina, dan menambah organ Pengawas disamping Pengurus.  Badan Pembina dalam akte notaris ini adalah Drs H. Syamsuhadi Irsyad, SH. MH, sebagai Ketua diabantu oleh dua orang anggota, Drs H. Muhammad Musa dan Drs H. Suhaimi.  Sama dengan akte notaris sebelumnya, tidak ada diktum yang menyatakan bahwa YARSI adalah afiliasi, subordinat atau bagian dari amal usaha Muhammadiyah, kecuali diktum yang ada dalam Mukadimah.  Bahkan dalam akte notaris yang terakhir ini, tidak ada lagi keharusan untuk menyerahkan sisa kekayaan Yayasan kepada Muhammadiyah seperti yang termaktub dalam akte akte notaris sebelumnya.Â
Dalam akte notaris ini, manakala Yayasan dibubarkan maka sisa likuiditas diserahkan kepada negara.Â
Lantas dari mana muncul klaim bahwa YARSI didirikan Muhammadiyah dan oleh karenanya RSIP adalah milik Muhammadiyah? Ternyata sumbernya hanya dari  surat surat keputusan yang dibuat oleh Muhammadiyah sendiri, bukan berasal dari dokumen otentik akta notaris YARSI, yang merupakan sumber hukum satu satunya dalam silang sengketa ini. Kalau toh ada diktum dalam akte notariat YARSI terkait afiliasi dengan Muhammadiyah, sebagaimana yang ada dalam akte yang pertama, tahun 1983.  Makna afiliasi dalam diktum tersebut, sebagaimana yang telah ditetapkan pengertiannya oleh Pengurus Daerah Muhammadiyah Banyumas, H AK Anshori (Ketua) dan Drs. Daliman (sekretaris) di Purwokerto, 20 Juni 1989, adalah bahwa: afiliasi tidak berarti adanya campur tangan Muhammadiyah kepada YARSI dalam segala amal usahanya secara terinci, formal dan mendetail, apalagi akan menjadikan amal usaha YARSI sebagai obyek komersiil bagi Muhammadiyah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H